Kredit Macet Multifinance Bisa Terimbas Turunnya Jumlah Kelas Menengah, Mengapa Demikian?

Kredit Macet Multifinance Bisa Terimbas Turunnya Jumlah Kelas Menengah, Mengapa Demikian?

Kredit Macet Multifinance Bisa Terimbas Turunnya Jumlah Kelas Menengah, Mengapa Demikian?--Freepik.com

"Dengan peningkatan NPF, perusahaan akan menghadapi tambahan biaya provisi atau pencadangan untuk potensi kredit bermasalah. Ini jelas akan mengganggu profitabilitas perusahaan," tambah Suwandi. 

Dia menjelaskan, jika peningkatan NPF cukup signifikan, perusahaan harus menyediakan cadangan yang lebih besar, yang pada akhirnya akan mengurangi profitabilitas mereka.

BACA JUGA:Skuad Garuda Timnas Indonesia Terbang ke Arab Saudi Songsong Laga Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia

BACA JUGA: Festival Perahu Bidar Tradisional Diharapkan Meningkatkan Pariwisata dan Perekonomian Kota Palembang

Untuk mengatasi dampak dari penurunan kelas menengah ini, Suwandi menyarankan adanya kerja sama berbagai pihak, termasuk pemerintah. 

Menurtu Swandi, Kerja sama diperlukan untuk menstabilkan harga, sehingga masyarakat dapat memperbaiki kondisi keuangannya. Dengan begitu, misalnya, jika ingin menjual kendaraan lama, mereka bisa membeli kendaraan baru lagi.

Di sisi lain, praktisi dan pengamat industri pembiayaan dan otomotif, Jodjana Jody, menyoroti bahwa penurunan kelas menengah juga berdampak pada sektor kredit. 

Menurutnya, kemampuan masyarakat untuk membayar cicilan kredit menurun drastis. Berdasarkan data NPF gross pada Desember 2023, NPF gross pembiayaan tercatat di angka 2,44%, namun memburuk menjadi 2,80% pada Juni 2024. 

BACA JUGA:Revamp Hanzo di Mobile Legends: Apakah Hero Ini Siap Keluar dari Goa?

BACA JUGA:Fungsi dan Manfaat Overdrive pada Mobil: Teknologi yang Mengoptimalkan Performa

Sementara itu, Jodjana juga mencatat bahwa semakin banyak pengajuan kredit yang ditolak karena kualitas aplikasi kredit yang diajukan juga menurun, sehingga jumlah kredit yang disetujui menurun.

Selain itu, Jodjana juga menyoroti meningkatnya transaksi judi online atau judol. Menurut Jodjana, Pada tahun 2023, transaksi judol mencapai Rp327 triliun dan tahun ini diperkirakan mencapai Rp900 triliun. 

Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat merasa frustrasi dengan situasi ekonomi dan mencari jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan,” jelas Jodjana kepada Bisnis pada Jumat (30/8/2024). 

Jodjana juga mencatat bahwa peningkatan penggunaan pinjaman online (pinjol) dan kredit macet terkait sangat tinggi. OJK mencatat bahwa pada semester pertama tahun ini, terdapat 19 pinjol dengan kredit macet di atas 5%.

BACA JUGA:Samsung Indonesia Hadirkan Era Baru dengan Samsung AI TV dan Neo QLED: Inovasi Bertemu Keanggunan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber