Tradisi Kontroversial Suku Fore: Makan Mayat Demi Roh Tetap Bersama dalam Keluarga

Tradisi Kontroversial Suku Fore: Makan Mayat Demi Roh Tetap Bersama dalam Keluarga

Suku Fore di Papua Nugini.--Tangkapan layar YouTube.com/@peneranghidup007

Praktik makan mayat, yang terutama melibatkan otak dan sumsum tulang belakang, diyakini sebagai sumber penyebaran penyakit ini. 

BACA JUGA:Manfaat Daun Binahong untuk Penyakit Tiroid: Alternatif Alami untuk Kesehatan Tiroid Optimal

2. Penghormatan kepada Orang Meninggal: 

Bagi suku Fore, tradisi makan mayat adalah cara untuk menghormati orang yang telah meninggal dunia. Mereka meyakini bahwa dengan mengonsumsi anggota keluarga yang meninggal, mereka memberi penghormatan kepada roh orang yang telah pergi dan menjaga hubungan spiritual dengan dunia setelah kematian.

3. Keterbatasan Sumber Daya: 

Di wilayah yang terisolasi ini, sumber daya makanan tidak selalu tersedia, dan dalam beberapa kasus, tradisi makan mayat mungkin telah menjadi cara suku Fore untuk mengatasi kelaparan dalam situasi darurat. Ini juga mungkin merupakan alasan praktik ini dilestarikan selama beberapa generasi.

BACA JUGA:Tren Cat Rambut Anak Muda Masa Kini, Bukan Sekedar Menyamarkan Warna Rambut ALami

Akhir dari Tradisi Makan Mayat

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, praktik makan mayat menjadi bahan perhatian serius dunia internasional setelah epidemi Kuru yang mengerikan terjadi di antara suku Fore.

Penelitian medis yang dilakukan oleh dokter dan antropolog berhasil mengidentifikasi hubungan antara penyakit ini dan praktik endocannibalism. Sejak itu, praktik ini ditinggalkan, dan suku Fore beralih ke cara pemakaman yang lebih konvensional.

Tradisi makan mayat suku Fore adalah salah satu praktik yang paling kontroversial dalam sejarah budaya manusia. Meskipun tradisi ini mungkin tampak menjijikkan bagi banyak orang, penting untuk memahami latar belakang budaya, sejarah, dan alasan di balik praktik ini.

BACA JUGA:Jaringan Gas Kota Prabumulih Bocor Hingga Keluarkan Api

Suku Fore telah menjalani perubahan signifikan dalam dekade terakhir, dan meskipun tradisi makan mayat telah ditinggalkan, budaya mereka yang kaya dan unik tetap menjadi salah satu aset berharga dalam sejarah manusia.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber