Mengenang Sosok KH Zainuddin MZ: Sepeda Ontel dan Amplop Kosong

Mengenang Sosok KH Zainuddin MZ: Sepeda Ontel dan Amplop Kosong

Mengenang Sosok KH Zainuddin MZ: Sepeda Ontel dan Amplop Kosong.--instagram/@ceramahkhzainuddinmz

PALEMBANG, PALTV.CO.ID- Namanya begitu familiar di telinga. Cukup menyebut dua huruf di belakang namanya, MZ, orang sudah langsung mengenali siapa sosok dai pemilik nama tersebut. Namun, hanya sedikit yang mengetahui makna sebenarnya dari singkatan itu.

Dua huruf tersebut bukanlah gelar, melainkan merupakan nama kedua dari kedua orang tuanya: Turmudzy atau yang lebih akrab disapa Muzi dengan Zaenabun. KH Zainuddin MZ telah meninggal pada hari Selasa (5/7) yang lalu, diduga akibat serangan jantung.

Jenazahnya telah dikebumikan di Masjid Fajrul Islam yang didirikannya tepat di depan rumahnya di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan. Tetapi, banyak kenangan yang tidak akan terlupakan bagi Fikri Haykal, putra sulung dari almarhum.

Fikri masih mengingat awal perjalanan ayahnya sebagai seorang dai yang penuh dengan berbagai cerita. Dia mengenang bagaimana ayahnya sering memberikan ceramah tanpa mengharapkan bayaran sepeser pun.

Suatu saat, ada seorang yang memberikan amplop kepada dai yang gemar cerita silat Kho Ping Ho ini setelah selesai berceramah di Jakarta.

Amplop itu kemudian dimasukkan ke dalam kantong celana ayahnya. "Bismillah semoga berkah," kata sang kiai, seperti yang diceritakan Fikri di rumah duka di Jalan Gandaria I, Gang Haji Aom, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada hari Rabu (6/7).

BACA JUGA:Satreskrim Unit Ranmor Polrestabes Palembang, Amankan 13 Truk Bermuatan 2.200 Karung Pupuk

BACA JUGA:Ramalan Shio Hari Ini: Shio Ular Keluar Dari Masalah, Shio Ayam Bad Mood

Namun, setelah sampai di rumah, amplop tersebut ternyata kosong tanpa berisi uang sama sekali. Ini bukanlah kali pertama hal semacam ini terjadi, menurut Fikri, tetapi ayahnya tidak pernah mengeluh. Dia juga sering menerima amplop berisi uang jutaan rupiah, yang selalu diucapkan syukurnya.

Tidak jarang ayahnya hanya menerima bayaran berupa beberapa liter beras dan makanan pokok. Semua pengalaman ini, kata Fikri, selalu diceritakan oleh KH Zainuddin MZ kepada ibunya, Hajjah Khalilah. Semua itu dianggap sebagai bagian dari perjalanan mengajarkan Islam yang penuh dengan tantangan. "Namun, almarhum tidak pernah kehilangan semangat."

Kemampuan berbicara KH Zainuddin MZ terasah ketika dia bergabung dengan Perguruan Darul Ma'arif, Cipete, Jakarta Selatan. Menurut Fikri, pidato berapi-api Presiden pertama Indonesia, Sukarno, menjadi salah satu inspirasinya, bersama dengan sosok pendiri Perguruan Darul Ma'arif, KH Idham Chalid.

Namun, Zainuddin ingin berpidato tentang Islam, bukan hanya tentang kebangsaan seperti yang dilakukan Sukarno. Awalnya, dia merasa canggung dan tegang ketika berbicara di mushala dan masjid. Tetapi, dia selalu mempersiapkan diri dengan membaca dan merangkai kerangka ceramah sebelum tampil di depan orang banyak.

Kebiasaan ini tidak pernah ditinggalkannya hingga akhir hayatnya. Pada awalnya, dia menuliskan garis besar ceramahnya. Kemudian, dia mulai cukup membaca dan merencanakan ceramahnya dalam pikirannya.

Buku-buku dari berbagai koleksi teratur rapi di perpustakaan rumahnya. Berbagai tafsir karya ulama Islam seperti Al-Kabir karya Fakhruddin al-Razi, at-Thabari, dan Tafsir Ibnu Katsir ada di sana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber