Sesungguhnya Memimpin Itu Sebuah Penderitaan

Sesungguhnya Memimpin Itu Sebuah Penderitaan

Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward O.S. Hiariej, saat melantik dan mengambil sumpah pimpinan tinggi pratama di lingkungan Kementerian Hukum (Kemenkum) --foto/ dok. Kemenkum Sumsel

PALTV.CO.ID- Menjadi seorang pemimpin bukanlah jalan yang mudah. Bertekad dengan semboyan Belanda ‘leiden is lijden’ yang memiliki makna memimpin adalah menderita, seorang pahlawan nasional bernama Agus Salim berhasil paripurna menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin.

Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward O.S. Hiariej, saat melantik dan mengambil sumpah pimpinan tinggi pratama di lingkungan Kementerian Hukum (Kemenkum) mengangkat kisah moral tentang sosok Agus Salim, seseorang yang memiliki gaya hidup sederhana dan sangat bersahaja, diplomat ulung dan mantan Menteri Luar Negeri, serta menguasai sembilan bahasa tanpa pendidikan formal.

Mengawali kisahnya, cerita pria yang akrab disapa Eddy ini, dalam autobiografi Agus Salim, kalimat pertama yang tertera di bukunya itu berupa tulisan dalam bahasa Belanda, ‘leiden is lijden’, memimpin itu adalah menderita.

“Mengapa pemimpin itu menderita? Setidaknya ada tiga hal. Pertama, pemimpin itu melayani, bukan dilayani. Bagaimana kita menjalankan fungsi pelayanan publik, tata nilai apa yang ada di dalam pelayanan publik,” kata Eddy di Graha Pengayoman, Rabu (09/07/2025) pagi.

BACA JUGA:PPK Akui Nota Pembelian Material Tidak Sah, Kuasa Hukum Bantah Keterangan Saksi

BACA JUGA:Xiaomi YU7: SUV Listrik yang Pecahkan Rekor Penjualan dalam 1 Jam

Yang kedua menurut Agus Salim, pemimpin itu adalah sosok yang mengayomi, melindungi, dan bertanggung jawab penuh atas tugas dan kewajibannya, tanpa melempar kesalahan atau tanggung jawab kepada orang lain.

“Dalam suatu kesempatan, saya pernah bertanya kepada Profesor Muladi, mantan Menteri Kehakiman. Saya tanya begini kepada beliau, ‘Pak Muladi, bapak ini kan bekerja dengan lima presiden, kira-kira menurut bapak, dari pandangan pribadi bapak, bapak paling aman dan nyaman bekerja dengan siapa?’,” kata Eddy.

“Beliau jawab (bekerja) dengan Pak Soeharto. Karena begitu jadi menteri, ia (Muladi) dipanggil, dikasih tugas. Ketika sudah bekerja sesuai dengan tugas, (jika) ada dampak, ada gejolak, Pak Soeharto mengatakan ‘Itu bukan tanggung jawab you, (tapi) tanggung jawab saya sebagai pemimpin’,” lanjut Wamenkum.


Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward O.S. Hiariej, saat melantik dan mengambil sumpah pimpinan tinggi pratama di lingkungan Kementerian Hukum (Kemenkum) --foto/ dok. Kemenkum Sumsel

“Jadi beliau merasa aman dan nyaman. Pemimpin seperti itu mengayomi. Itu yang kita butuhkan untuk memajukan kementerian ini,” ujar Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini.


Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward O.S. Hiariej, saat melantik dan mengambil sumpah pimpinan tinggi pratama di lingkungan Kementerian Hukum (Kemenkum) --foto/ dok. Kemenkum Sumsel

Terakhir, pemimpin itu mampu menjadi suri tauladan, sebagai panutan bagi yang dipimpin. Eddy menjelaskan bahwa kemajuan dan keberhasilan Kemenkum ini bukanlah di tangan segelintir orang, tapi di tangan kita semua untuk mengelola kementerian ini dengan baik, dengan hati nurani, penuh rasa tanggung jawab, ikhlas, tulus, dan sabar, demi kepentingan bangsa dan negara.

“Saya yakin, karena bapak/ibu yang dilantik hari ini berdasarkan prestasi yang bapak/ibu miliki. Bapak/ibu akan bisa bekerja dengan baik, memenuhi tidak hanya harapan pimpinan, tapi harapan bangsa dan negara untuk memajukan Kemenkum,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber