Ternyata Ini Alasan Nama Jembatan Bung Karno Diubah Menjadi Jembatan Ampera. Anda Harus Tahu!
Jembatan Ampera tempo dulu--Foto: Flickr/Ferdian Musliansyah
BACA JUGA:Fitrianti Agustinda Tinjau Korban Angin ‘Puyuh’ di Lebung Gajah
BACA JUGA:Kaum Milenial Bisa Juga Loh Beli Rumah Idaman, Begini Tipsnya
Ternyata, hingga pemerintahan Hindia Belanda runtuh ketika Jepang menginvasi nusantara tahun 1942, pembangunan jembatan itu belum juga terrealisasi. Barulah ketika Indonesia merdeka, tepatnya dipertengahan tahun 1950-an, pembicaraan mengenai hal tersebut dibuka kembali.
Pada tahun 1956, dalam sebuah rapat Parlemen Daerah Peralihan Awal (DPRD) untuk Kota Palembang, muncul kembali usulan untuk membangun Jembatan di atas Sungai Musi. Rapat pun menyepakati usulan tersebut dan diputuskanlah agar seluruh jajaran pemerintahan kota Palembang bekerja untuk membangun jembatan yang kemudian dinamakan Jembatan Musi itu.
Pasca keluarnya keputusan DPRD tersebut, para pemimpin Palembang dan Sumsel pun segera membicarakan hal itu dan akhirnya dicapailah kesepakatan untuk mengumpulkan modal awal bagi pembangunan jembatan itu. Hingga tahun 1957, pemerintah daerah berhasil mengumpulkan modal awal sebesar Rp. 30.000, yang tentu saja belum cukup untuk dapat membangun sebuah jembatan yang kokoh hingga tuntas.
Maka, para pemimpin Palembang dan Sumsel seperti Gubernur Achmad Bastari, Penguasa Perang Daerah Kolonel Harun Sohar, Walikota Ali Amin serta pengusaha lokal bernama Indra Caya yang tergabung dalam Tim Pembangunan Jembatan Musi pergi ke Jakarta guna menemui Bung Karno.
Para tokoh Sumsel tersebut kemudian berbicara dengan Bung Karno perihal rencana pembangunan jembatan Musi beserta progressnya hingga saat itu. Mendengar hal itu, Bung Karno sangat sepakat. Bahkan, ia berkata bahwa dirinya ingin membangun sebuah jembatan yang bukan saja mampu membangunkan kekuatan ekonomi rakyat, tapi juga jembatan yang mampu menggugah daya sadar rakyat serta bisa menjadi lambang dari kota Palembang.
“Jembatan itu harus aman, harus memberikan rasa aman kepada yang menggunakannya, jangan sampai dibangun lantas roboh, dibangun lantas roboh…dibangun lantas roboh….itu pernah terjadi di Belanda, makanya orang Belanda sangat hati-hati jikalau sedang membangun Jembatan, hitungannya teliti,” ujar Bung Karno seperti dikutip oleh Anton dalam artikelnya.
Dari fakta sejarah ini, terlihat bahwa pemikiran mengenai aspek keamanan dan kesinambungan sebuah ‘karya’ infrastruktur telah dikemukakan oleh Bung Karno saat itu, yang kemudian menemukan relevansinya di masa kini ketika banyak terjadi peristiwa kerusakan bangunan atau sarana infrastruktur publik akibat watak korup yang menjangkiti birokrasi.
Kemudian, anggota tim mendiskusikan masalah rancangan dan pendanaan jembatan dengan Bung Karno. Pada kesempatan itu, Bung Karno menegaskan agar para tokoh Sumsel itu tidak merisaukan masalah pembiayaan karena hal itu akan ditanggung oleh pemerintah Pusat. “Yang penting bagaimana agar rakyat Palembang mampu mendapatkan kebanggaannya sekaligus meningkatkan kesejahteraannya lewat pembangunan Jembatan ini,” tegas Bung Karno.
Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk mendanai pembangunan jembatan Musi dengan dana Pampasan Perang dari pihak Jepang kepada Indonesia yang totalnya mencapai 200 juta dollar, sebagai ganti rugi akibat penjajahan yang dilakukan Jepang terhadap Indonesia ketika Perang Pasifik. Di tahun 1960, Pemerintahan Bung Karno berhasil memperoleh 20 juta dollar dari Jepang sebagai tahap pertama pembayaran pampasan perang tersebut. Maka, dimulailah perrencanaan pembangunan Jembatan Musi secara matang ditahun itu juga.
BACA JUGA:Pemkab OKU Fokus Kembangkan Kawasan Pedesaan Agrowisata Ulu Ogan
BACA JUGA:Wah! Ternyata Ini Manfaat Air Kelapa Bagi Ibu Hamil
Jembatan ini dirancang oleh arsitek Jepang, karena Bung Karno mengerti kepandaian orang Jepang dalam membangun sebuah jembatan kokoh di wilayah yang secara geologis rawan gempa seperti Sumatera. Bung Karno pun menginstruksikan sang arsitek untuk membangun boulevard di kedua sisi jembatan, serta meminta agar jembatan itu bisa bertahan selama lebih dari seratus tahun. Pada tahun 1962, pembangunan jembatan pun dimulai, yang ditandai dengan peletakkan batu pertama oleh Bung Karno.
Diperlukan waktu tiga tahun guna menuntaskan pembangunan jembatan vital terssebut. Pada tahun 1965, jembatan itu pun tuntas dibangun dan rakyat Palembang menamai jembatan tersebut sebagai “Jembatan Bung Karno”. Hal itu merupakan manifestasi rasa terima kasih warga Palembang kepada Bung Karno yang telah berjasa membangun jembatan yang nantinya menjadi ikon dan kebanggaan rakyat Palembang tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber