Mengupas Film Evil Does Not Exist, Antara Filosofi Kejahatan dan Ketenangan Alam
film terbarunya, Evil Does Not Exist.--Foto: Instagram@allthosefilms
PALTV.CO.ID- Ryûsuke Hamaguchi, sutradara berbakat yang dikenal dengan pendekatan artistiknya
yang penuh kedalaman, kembali menawarkan pengalaman sinematik unik dalam film terbarunya, Evil Does Not Exist.
Dengan latar Desa Mizubiki, sebuah desa dekat Tokyo yang dihuni Takumi (diperankan Hitoshi Omika)
dan putrinya, Hana (Ryô Nishikawa), Hamaguchi mengajak penonton menyelami kehidupan yang selaras dengan alam—kehidupan yang tampak sederhana namun penuh makna.
BACA JUGA:Sempat Jalani Perawatan di RS, Ustad Solihin Hasibuan Tutup Usia
BACA JUGA:Apa Itu 'Smol'? Bahasa Gaul yang Bikin Media Sosial Makin Gemas!
Takumi dan Hana hidup seperti generasi-generasi sebelumnya, mengutamakan kesederhanaan dan keseimbangan dengan alam sekitar.
Kehidupan mereka berjalan sesuai dengan siklus alamiah tanpa intervensi modernitas. Namun,
kedamaian desa mulai terusik ketika sebuah perusahaan dari Tokyo merencanakan proyek glamping (glamour camping) yang akan dibangun dekat dengan rumah Takumi.
Proyek ini bertujuan memberi warga kota pelarian sementara ke alam yang bebas dari kebisingan kota, lengkap dengan kenyamanan yang tetap modern.
sebuah desa dekat Tokyo yang dihuni Takumi (diperankan Hitoshi Omika) dan putrinya, Hana (Ryô Nishikawa), Hamaguchi mengajak penonton menyelami kehidupan yang selaras dengan alam—kehidupan yang tampak sederhana namun penuh makna.--Foto: Instagram@allthosefilms
Konflik bermula ketika dua perwakilan perusahaan datang ke Desa Mizubiki untuk berdiskusi dengan warga mengenai rencana pembangunan tersebut.
Meskipun terdengar sederhana, warga khawatir pembangunan ini dapat memengaruhi kelestarian desa mereka, terutama pasokan air.
Bagi penduduk, air di desa bukan hanya kebutuhan dasar, tetapi juga faktor yang membedakan mereka dari kehidupan kota.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: