Hukum Menikahi Perempuan yang Ditinggal Pergi Suaminya Tanpa Kabar

Hukum Menikahi Perempuan yang Ditinggal Pergi Suaminya Tanpa Kabar

Hukum Menikahi Perempuan yang Ditinggal Pergi Suaminya--Gambar : [email protected]

PALEMBANG, PALTV.CO.ID - Dalam perjalanan rumah tangga, tak jarang suami harus merantau jauh mencari nafkah, meninggalkan keluarga dengan kepergian yang seringkali meninggalkan sejuta tanda tanya.

Bagaimana jika suami tak kunjung memberi kabar, bahkan hingga bertahun-tahun? Pertanyaan besar muncul: bagaimana hukumnya menikahi perempuan yang suaminya menghilang tanpa jejak?

Dilansir dari Tanya Jawab Fiqih Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam website kemenag.go.id, Dalam pandangan Fiqih, suami yang menghilang tanpa kabar disebut sebagai mafqûd.

Kepergian tanpa jejak bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari tugas dinas yang memaksa, hingga menjadi korban bencana yang jasadnya tak pernah ditemukan.

BACA JUGA:Doa-doa Penangkal Banjir Saat Musim Hujan

Dalam kondisi seperti ini, ulama memiliki dua pendapat yang berbeda. Pertama, perempuan harus menunggu hingga yakin bahwa ikatan pernikahannya terputus, entah karena suami meninggal, menceraikannya, atau sebab lain.

Pendapat ini mengacu pada keyakinan bahwa status pernikahan tetap berlaku selama tidak ada bukti yang meyakinkan sebaliknya. Imam As-Syafi’i dalam qaul jadîdnya menyatakan bahwa suami dianggap masih hidup dan pernikahannya sah selama tidak ada bukti yang menyatakan sebaliknya.

Pendapat kedua, perempuan harus menunggu empat tahun qamariyyah sejak suami menghilang, diikuti dengan masa iddah selama 4 bulan 10 hari.

Penggunaan empat tahun sebagai standar dijelaskan sebagai batas maksimal usia kehamilan, sementara perhitungannya dimulai sejak hilangnya suami atau keputusan hukum atas kematiannya.

BACA JUGA:Awas Hati-hati! Ini Bahaya dan Dosa Ghibah yang Tidak Kita Sadari dalam Kehidupan Sehari-hari

Pendapat ini selaras dengan riwayat ulama dari generasi sahabat hingga tabi'in seperti ‘Umar bin Al-Khattab, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, ‘Utsman bin ‘Affan, dan Ibnu Mas’ud. Bahkan, Umar dan Utsman telah memutuskan hukum demikian, mengikuti pedoman empat tahun sebagai batas maksimal.

Dengan demikian, hukum menikahi perempuan yang ditinggalkan suaminya dapat diambil dari dua pendapat tersebut.

Pertama, perempuan harus yakin bahwa hubungannya dengan suami telah putus dan menjalani masa iddah.

Kedua, perempuan harus menunggu empat tahun sejak suami menghilang, diikuti dengan masa iddah 4 bulan 10 hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: kemenag.go.id