PALEMBANG, PALTV.CO.ID,- Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai negara yang paling banyak memberikan bantuan militer ke berbagai negara di dunia. Pada tahun 2024, AS kembali melanjutkan pengiriman bom seberat 500 pon ke Israel, yang sebelumnya dihentikan sementara setelah serangan brutal di Rafah, Gaza Selatan.
Pengiriman tersebut tertunda sejak awal tahun akibat keputusan Presiden Joe Biden untuk menghentikan sementara ekspor bom menyusul operasi militer Israel di Rafah pada awal Mei.
Penghentian Pengiriman dan Operasi Militer di Gaza
Pada tanggal 6 Mei, Israel memerintahkan evakuasi di Rafah dan keesokan harinya memulai operasi darat yang menyebabkan lebih dari satu juta warga Palestina terpaksa mengungsi dari Rafah, banyak di antaranya sudah berkali-kali berpindah tempat di dalam Gaza.
BACA JUGA:BBPJN Targetkan Pengerjaan Lift Tower Kedua Jembatan Ampera Rampung Akhir Tahun 2024
Meskipun terjadi penghentian pengiriman bom, AS tetap memberikan dukungan militer lainnya, baik dalam bentuk finansial maupun operasional.
Bantuan Militer AS pada April 2024
Pada bulan April, Kongres AS menyetujui bantuan militer besar untuk Israel dan Ukraina. Dari total $95 miliar, $60 miliar dialokasikan untuk Ukraina, $26,4 miliar untuk Israel, dan $8,1 miliar untuk wilayah Asia Pasifik sebagai langkah antisipatif terhadap ancaman dari Cina.
Penerima Utama Bantuan Militer AS
BACA JUGA:Pemkab Banyuasin dan PT Hutama Karya Kembali Bahas Penyelesaian Jalan Tol Kapalbetung
Israel
Sejak berdirinya pada tahun 1948, Israel telah menjadi penerima terbesar bantuan luar negeri AS, dengan total sekitar $300 miliar (disesuaikan dengan inflasi), yang sebagian besar adalah bantuan militer.
Sebanyak $220 miliar (74%) merupakan bantuan militer, sedangkan sisanya $80 miliar (26%) adalah bantuan ekonomi. Sejak 2008, bantuan militer mendominasi hampir seluruh bantuan AS untuk Israel, dengan bantuan ekonomi kurang dari 1%.
Ukraina
Ukraina juga menerima bantuan militer signifikan dari AS. Pada Maret, AS menyetujui paket bantuan darurat senilai $300 juta untuk Ukraina guna menggantikan persediaan militer yang menipis akibat perang dengan Rusia.