Strategi Menjadi Konglomerat: Mendisrupsi Industri Pendidikan dan Mencetak Uang dalam 2 Tahun
Strategi Menjadi Konglomerat.-thought-pexels
PALEMBANG, PALTV.CO.ID- Strategi menjadi konglomerat dalam video yang diunggah oleh Timothy Ronald, dia berbicara tentang ambisi besar untuk menjadi konglomerat dan mencetak uang dalam waktu dua tahun.
Gagasan ini mungkin terdengar mengejutkan, terutama dari seorang individu muda berusia 22 tahun. Tetapi melalui analisis, perencanaan, dan kerja keras, dia berbagi pandangan tentang strategi yang akan dia jalankan untuk mencapai tujuan tersebut.
Timothy memulai dengan membahas latar belakang dan motivasinya. Sejak kecil, dia sudah memiliki obsesi untuk memahami bagaimana para konglomerat beroperasi, mulai dari investasi hingga bisnis properti.
Dia ingin memahami proses dan logika di balik kesuksesan mereka. Bahkan, dia telah bertemu dengan beberapa konglomerat dan mempelajari langkah-langkah yang mereka ambil dalam perjalanan mereka.
BACA JUGA:Nah Ini Dia, Striker Baru SFC Di Liga 2
BACA JUGA:KPU Ogan Ilir Umumkan Hari Ini Batas Akhir Parpol Ganti Bakal Caleg
Timothy merasa bahwa saat ini ada peluang di Indonesia terutama dalam pendidikan praktis. Dia mencatat bahwa banyak siswa di Indonesia beralih ke SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) daripada SMA (Sekolah Menengah Atas) karena mereka ingin memiliki keterampilan praktis untuk langsung bekerja setelah lulus.
Dia merasakan kebutuhan akan pendidikan yang mengajarkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja. Salah satu langkah yang ingin dia ambil adalah menciptakan sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan keterampilan praktis, seperti Digital Marketing dan Programming, dengan metode
yang berbeda dari pendekatan sekolah tradisional. Dia ingin menghadirkan praktisi industri langsung ke dalam kelas, sehingga siswa bisa belajar dari mereka yang benar-benar berpengalaman dalam bidang tersebut.
Kemudian, Timothy berbicara tentang perubahan dalam cara dia melihat investasi dan pengelolaan dana. Awalnya, dia berpikir untuk menciptakan sebuah dana investasi (fund) dengan model private equity.
Namun, setelah belajar dari Arnold Bonzone, seorang investor private equity dari Singapura, pandangannya berubah. Dia melihat bahwa model yang lebih menarik adalah menjadi Limited Partner (LP) dalam sebuah fund besar yang dikelola oleh institusi seperti universitas terkemuka atau investor institusional besar.
Dia menyadari bahwa memiliki dana permanen (permanent capital) adalah kunci. Artinya, dia ingin memiliki sumber pendapatan yang terus mengalir tanpa perlu kembali ke investor dan tanpa terlalu tergantung pada hasil investasi.
Sebagai contoh, dia menunjukkan bagaimana universitas seperti Harvard membiayai operasionalnya dengan pendapatan dari investasi di berbagai aset.
Gagasan ini mendorongnya untuk mengembangkan strategi investasi yang mencakup aspek permanen capital. Untuk mencapai tujuan ini, Timothy juga berbicara tentang rencananya untuk membangun sebuah platform pendidikan di bidang cryptocurrency.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber