Money Politic dalam Pemilihan Umum: Perspektif Islam dan Hukum

Money Politic dalam Pemilihan Umum: Perspektif Islam dan Hukum

Money Politic Dalam Pemilihan Umum: Perspektif Islam dan Hukum--ILustrasi Gambar : Tangkaplayar @nu.or.id/via industry.co.id

PALEMBANG, PALTV.CO.ID - Money politic yang secara harfiah diterjemahkan sebagai politik uang, telah menjadi isu yang sering mewarnai perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia.

Dalam konteks politik modern, praktik ini mencakup pemberian uang atau barang kepada masyarakat dengan tujuan mempengaruhi hasil suara pada hari Pemilihan Umum.

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Presiden, politik uang dianggap sebagai bentuk pelanggaran kampanye. Praktik ini umumnya dilakukan oleh simpatisan, kader, atau pengurus partai politik menjelang hari Pemilihan Umum.

Pemberian uang atau sembako seperti beras, minyak dan gula kepada masyarakat diharapkan dapat menarik simpati agar mereka memberikan suara untuk partai yang bersangkutan.

BACA JUGA:Jelang Pemungutan Suara, KPU OKU Selatan Mulai Rakit Kota Suara OKU Selatan

Namun, dalam perspektif Islam, money politic atau politik uang termasuk dalam kategori risywah atau suap, yang hukumnya haram. Hal ini sesuai dengan penjelasan Imam Al-Ghazali yang dikutip dari kitab Asnal Mathalib.

Risywah yang diharamkan tidak hanya terbatas pada konteks putusan peradilan atau hukum, melainkan juga mencakup segala bentuk pemberian dengan tujuan tertentu.

Dalam literatur fiqih klasik, disebutkan bahwa risywah tidak boleh diterima oleh pihak pemegang keputusan atau pemilih. Meskipun ada pengecualian jika pemberian tersebut bertujuan memperjuangkan hak yang sebenarnya, seperti yang dijelaskan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin.

Meski demikian, dalam konteks pemilihan pemimpin yang demokratis, syarat kebolehan menyuap menjadi hal yang sulit dipenuhi. Setiap kandidat dianggap berada pada posisi yang sama setelah memenuhi syarat dan lolos aturan yang berlaku.

BACA JUGA:KPU Kota Palembang Targetkan 86 Persen Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2024

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, seorang dosen di Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo, menekankan bahwa tidak ada alasan sah untuk memberikan risywah dalam konteks pemilihan pemimpin.

Semua kandidat dianggap setara, dan praktek money politic justru bertentangan dengan prinsip kebenaran.

Dalam pandangan Islam, memberikan risywah untuk mengubah hasil perolehan suara yang seharusnya dilakukan secara adil dan objektif dinyatakan sebagai perbuatan yang diharamkan.

Oleh karena itu, penegakan aturan yang berlaku dan menjaga integritas pemilihan umum menjadi tugas bersama masyarakat.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: islam.nu.or.id