Fitur-fitur seperti cruise control adaptif, auto parking, hill start assist, hingga stop and go system, semuanya memerlukan transmisi otomatis.
BACA JUGA:Transmisi Manual Sekarat! Ini Alasan Kenapa Orang Sudah Nggak Mau Pakai Lagi!
BACA JUGA:Pempek Pocu Dengan Cuko Asam Belimbing Wuluh, Varian Unik dari OKU Sumsel
Karena alasan inilah, transmisi manual hanya ditawarkan di varian termurah.
Jika pabrikan memaksakan transmisi manual di varian tengah atau atas, konsumen akan merasa aneh karena fitur canggih tersebut tidak bisa digunakan, padahal harga mobilnya sudah mahal.
Selain itu, aspek biaya pengembangan dan sertifikasi juga membuat produsen enggan mempertahankan transmisi manual.
Setiap jenis transmisi harus melalui tahap pengujian emisi, keselamatan, dan efisiensi. Jika satu model mobil punya dua opsi transmisi, biaya sertifikasinya jadi dua kali lipat.
Jika kontribusi penjualan transmisi manual hanya 10% saja, tentu dari sisi bisnis hal ini menjadi tidak rasional. Produsen akhirnya memilih fokus pada satu varian saja, yakni otomatis, agar lebih efisien.
BACA JUGA:Kemenkeu Buka Blokir Anggaran Rp134,9 Triliun, Beri Angin Segar Bagi Sumsel
BACA JUGA:Bosan Lihat Iklan di HP Xiaomi Kamu? Ini Cara Menghilangkannya
Ditambah lagi, pada era kendaraan listrik atau EV, transmisi manual sama sekali tidak relevan.
Semua mobil listrik tidak menggunakan transmisi manual karena karakternya yang berbeda total dengan mesin konvensional.
Ini membuat ruang untuk keberlangsungan transmisi manual semakin sempit.
Tapi kalau sudah menua dan jarang dirawat, transmisi manual pun bisa memunculkan masalah seperti kopling keras, master kopling bocor, atau gigi transmisi yang tiba-tiba “ngelolos”.
Namun jika dirawat rutin, transmisi manual tetap awet. Sementara itu, transmisi otomatis sebenarnya juga bisa tahan lama jika oli diganti tepat waktu.