Ubisoft sendiri diam seribu bahasa, tapi kebijakan mereka yang "memaksa kontroversi" (seperti karakter LGBT+ yang dipaksakan atau narasi politik) disebut-sebut sebagai biang kerok. Pemain global pun mulai jenuh dengan formula repetitif franchise ini.
Pelajaran untuk Ubisoft—Jepang Bukan Hanya 'Latar', Tapi Harga Diri
Kegagalan Assassin's Creed Shadows di Jepang adalah tamparan keras: budaya bukan komoditas. Jika ingin merangkul pasar lokal, riset mendalam dan kolaborasi dengan ahli lokal wajib dilakukan.
BACA JUGA:Light Phone 3 Hadir dengan Pembaruan Signifikan: Layar OLED, Kamera, dan Dukungan 5G
BACA JUGA:Tren Ubah Foto Jadi Gaya Studio Ghibli Makin Mudah dengan ChatGPT
Sementara itu, media game yang memutar fakta hanya memperburuk krisis kepercayaan pemain. Jika tren ini berlanjut, bukan hanya Assassin's Creed yang terancam—tapi masa depan Ubisoft sendiri.
Bagaimana pendapatmu? Apakah kegagalan Shadows murni kesalahan budaya, atau tanda kebangkrutan kreatif Ubisoft?.