Namun, meskipun ada optimisme, pasar kendaraan listrik di Indonesia sendiri masih menghadapi tantangan. Pada 2023, penjualan mobil listrik global menunjukkan tren yang positif, namun pada awal 2024, penjualannya mengalami penurunan yang signifikan.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan melambatnya penetrasi kendaraan listrik antara lain harga jual yang sangat tinggi, keterbatasan infrastruktur pengisian daya cepat (fast charging), dan kebijakan pembatasan impor mobil listrik dari Tiongkok di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Eropa.
Ini semua mempengaruhi perkembangan industri kendaraan listrik secara global, termasuk Indonesia.
BACA JUGA:Sidang Korupsi PLTU Bukit Asam, Saksi Beberkan Rp2,4 M untuk Dua Valve
BACA JUGA:Mengenal Empat Startup AI dari China yang Patut Diperhatikan Selain DeepSeek
Namun, kerja sama CATL dengan Indonesia dapat menjadi titik balik. Investasi besar yang dilakukan oleh CATL dapat menurunkan harga baterai kendaraan listrik, yang saat ini menyumbang hingga 40% dari total biaya mobil EV.
Jika biaya produksi baterai dapat ditekan, harga mobil listrik pun bisa lebih terjangkau, yang pada gilirannya dapat mendorong penetrasi kendaraan listrik di pasar Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga akan diuntungkan dengan kemajuan dalam daur ulang baterai.
Dengan kemampuan CATL untuk mendaur ulang sel baterai, limbah baterai dapat dimanfaatkan kembali, yang turut mengurangi dampak lingkungan dan membuka peluang baru dalam ekonomi sirkular.
BACA JUGA:Kemplang, Kerupuk Khas Palembang yang Gurih dan Renyah
BACA JUGA:Tragis! 2 Rumah Palembang Terbakar, Warga Panik dan Penyebab Masih Diselidiki
Secara keseluruhan, keberadaan CATL di Indonesia memberikan harapan besar bagi masa depan kendaraan listrik di tanah air.
Walaupun industri ini belum sepenuhnya matang, langkah strategis ini dapat mempercepat peralihan Indonesia menuju era kendaraan listrik, sambil memastikan bahwa negara ini dapat memanfaatkan potensi sumber daya alamnya secara optimal.