Kebijakan ini merupakan bagian dari Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional 2024, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Amerika Serikat pada produk-produk Tiongkok, terutama dalam industri strategis seperti kendaraan listrik.
Langkah ini menunjukkan ketegangan geopolitik yang semakin intensif di antara negara-negara besar, dengan Amerika Serikat berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada Tiongkok di sektor penting ini.
BACA JUGA:Milad ke-11 SIT Mufidatul Ilmi, 76 Santri Diwisuda dalam Wisuda Tahfidz
BACA JUGA:Pemprov Sumsel Belum Terapkan WFO Bagi ASN, Ini Alasan dan Petunjuk Teknis yang Dinanti
Namun, meskipun tantangan di Amerika, CATL mendapatkan sambutan positif di Indonesia. Baru-baru ini, CATL bekerja sama dengan Antam dan Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk membangun fasilitas produksi baterai di Indonesia.
Investasi yang ditanamkan mencapai Rp86,77 triliun, dengan proyek ini mencakup pengembangan nikel, produksi baterai kendaraan listrik, motor listrik, dan juga daur ulang baterai.
Pabrik tersebut direncanakan akan dibangun di Karawang, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi hingga 15 GWh per tahun.
Kerja sama ini tentu memberikan keuntungan besar bagi Indonesia. Sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alamnya untuk mendukung produksi baterai kendaraan listrik, yang selama ini didominasi oleh negara lain.
BACA JUGA:Mobil Hybrid Cocok Jadi Kendaraan Anak Muda, Ternyata Ini Alasannya
BACA JUGA:Fakta Mengejutkan! Benarkah Mobil Diesel Dilarang Di Jepang ?
Dengan adanya fasilitas produksi baterai lokal, biaya produksi mobil listrik di Indonesia dapat ditekan, yang berpotensi menurunkan harga mobil listrik itu sendiri.
Hal ini bisa meningkatkan daya tarik kendaraan listrik di pasar Indonesia, sekaligus mempercepat transisi menuju mobilitas yang lebih ramah lingkungan.
Lebih jauh lagi, kerja sama ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi bagian dari rantai pasokan global kendaraan listrik.
Dengan mengolah nikel secara lokal, Indonesia dapat memanfaatkan nilai tambah yang lebih tinggi dan menarik lebih banyak investor asing yang tertarik dengan potensi industri kendaraan listrik di Asia Tenggara.
BACA JUGA:Sumsel Hadapi Tantangan DBD, 444 Kasus dan Enam Kematian dalam Dua Bulan di 2025
BACA JUGA:PlayStation Network Down! Gamer Khawatir Sony Mengulangi Tragedi 2011