PALTV.CO.ID,- Tahun depan, pasar otomotif Indonesia diperkirakan menghadapi tantangan besar. Salah satu penyebabnya adalah rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Tak hanya itu, ada pula potensi kenaikan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), seiring penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Dengan aturan baru tersebut, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menetapkan tambahan pungutan pada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBNKB. Dampaknya, harga mobil akan naik signifikan, yang berpotensi melemahkan daya beli masyarakat.
Dampak pada Harga Mobil
BACA JUGA:Pendapatan Negara dari Setoran Deviden BUMN Tahun 2024 Tercapai 100 Persen Senilai 85,5 Triliun
BACA JUGA:Penumpang Tertinggal Barang di Kereta Api, Ada Pelayanan Lost and Found
Kenaikan PPN sebesar 1 persen saja dapat meningkatkan harga mobil sebesar Rp 2 juta untuk mobil seharga Rp 200 juta.
Sementara itu, jika tarif BBNKB meningkat dari 12,5 persen menjadi 19,5 persen, mobil yang sama bisa mengalami kenaikan harga hingga Rp 12 juta.
Harga yang melonjak ini tentu berdampak besar pada pasar otomotif. Sebagai salah satu sektor yang sensitif terhadap perubahan harga, penurunan daya beli diprediksi akan langsung memengaruhi angka penjualan mobil.
Upaya Pemerintah untuk Menjaga Pasar
BACA JUGA:433 Jamaah Umrah Holiday Angkasa Wisata Selesaikan Ibadah Perdana Penuh Haru di Ka'bah
BACA JUGA:Guru Tarik Gaji Bulanan di BRI: Menyenangkan Layanan Cepat dan Mudah
Menanggapi kekhawatiran ini, pemerintah tengah mengkaji sejumlah stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat.
Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah insentif seperti PPnBM Ditanggung Pemerintah (DTP), yang sebelumnya berhasil mendorong penjualan mobil selama pandemi.
Stimulus ini diharapkan dapat meringankan beban konsumen yang harus menghadapi kenaikan pajak, sekaligus menjaga stabilitas pasar otomotif nasional.