Kritik Terhadap Game Barat: DEI vs. Kualitas di Tengah Kesuksesan Indie

Kritik Terhadap Game Barat: DEI vs. Kualitas di Tengah Kesuksesan Indie--ilustrasi pribadi
Banyak studio besar seperti Ubisoft kehilangan kreator berpengalaman karena budaya kerja yang kaku dan intervensi DEI. Mantan talent Ubisoft yang keluar justru membuktikan diri dengan proyek indie yang sukses, sementara studio besar terjebak dalam biaya Produksi Membengkak.
BACA JUGA:Kejati Sumsel Kembali Periksa 3 Saksi Dugaan Kasus Korupsi Pasar Cinde
BACA JUGA:Kabar Duka dari Embarkasi Palembang, Satu JCH Meninggal Dunia
Sementara tim ribuan orang tidak menjamin kualitas.
Target Pasar Tersesat: Game dibuat untuk "memuaskan aktivis" alih-alih gamer.
Kritik Pemain Diabaikan: Alih-alih memperbaiki bug, studio sibuk menambahkan konten DEI.
Masa Depan Industri Ada di Tangan Indie. Kegagalan Short of Mnight dan kesuksesan Expedition 33 atau Pal World menjadi pelajaran berharga.
BACA JUGA:Kabar Duka dari Embarkasi Palembang, Satu JCH Meninggal Dunia
BACA JUGA:Kendaraan Hybrid di Amerika Serikat Meningkat
Passion > Agenda: Pemain lebih menghargai gameplay inovatif daripada pesan politik.
Tim Kecil, Hasil Besar: Studio indie dengan 30 orang bisa mengalahkan raksasa yang terjebak birokrasi.
DEI Bukan Solusi: Inklusivitas harus lahir alami dari cerita, bukan dipaksakan sebagai "checklist".
Industri game perlu kembali ke akarnya: membuat game untuk gamer, bukan untuk pemenuhan agenda. Seperti kata Chris Hunt (pembuat Kenshi):
"Game adalah seni bercerita. Jika pemain tidak merasakan passionmu, mereka akan meninggalkanmu."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber