Film Uglies yang Tidak Membawa Inovasi Baru ke Genre Distopia Remaja

 Film Uglies yang Tidak Membawa Inovasi Baru ke Genre Distopia Remaja

Uglies, film terbaru yang berlatar di dunia pasca-apokaliptik, menghadirkan premis yang akrab bagi penggemar genre distopia remaja. --SUMBER Foto : Instagram@preferito_cinema_show

Sayangnya, di hari yang telah ditentukan untuk pertemuan mereka, Peris tidak muncul. Penuh rasa

Penasaran, Tally menyelundup masuk ke "Pretties," kota yang dihuni oleh orang-orang yang telah menjalani operasi kosmetik.


Uglies, film terbaru yang berlatar di dunia pasca-apokaliptik, menghadirkan premis yang akrab bagi penggemar genre distopia remaja. --SUMBER Foto: Instagram@preferito_cinema_show

Namun, bukannya menemukan sahabatnya seperti dulu, ia malah dihadapkan dengan kenyataan bahwa Peris kini tidak hanya berubah secara fisik, tetapi juga kehilangan kepribadiannya.

Dalam kegundahannya, Tally menjalin hubungan dekat dengan Shay (Brianne Tju), seorang pemberontak yang tidak ingin menjadi cantik.

Shay kemudian bercerita tentang "The Smoke," sebuah tempat yang dipimpin oleh seorang bernama

David (Keith Powers), di mana harmoni dan kebersamaan lebih diutamakan dibandingkan penampilan fisik.

Di hari ulang tahunnya yang ke-16, Tally mengungkapkan kepada Dr. Cable (Laverne Cox) tentang keingintahuannya mengenai The Smoke.

Dr. Cable memperingatkannya tentang bahaya yang dibawa oleh David dan para penghuni "The Smoke," dan akhirnya memaksa Tally untuk menjadi mata-mata.

Bagi penonton yang akrab dengan film-film seperti The Hunger Games, Divergent, The Giver, dan sejenisnya, Uglies akan terasa sangat familiar.

Film ini mengikuti pola yang sudah ketinggalan zaman dan gagal memberikan sentuhan baru yang dapat membedakannya dari film-film serupa di era 2010-an.

Uglies seakan tertinggal di masa lalu dan tidak mampu beradaptasi dengan selera dan ekspektasi penonton masa kini yang mendambakan sesuatu yang lebih orisinal dan berani.

Penulisan naskah oleh Jacob Forman, Vanessa Taylor, dan Whit Anderson juga terkesan kurang kokoh dalam membangun dunia distopianya.

Sejak awal film, banyak pertanyaan yang muncul tanpa jawaban yang memadai. Mengapa penampilan fisik yang rupawan dianggap sebagai solusi untuk memperbaiki ekosistem dan dunia pasca-apokaliptik?

Apa yang terjadi jika seseorang menolak menjalani operasi? Apa keuntungan yang diperoleh pemerintah dengan menjadikan masyarakatnya seragam dalam hal kecantikan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber