Etika dalam Menagih Utang dalam Perspektif Islam
Etika Menagih Utang dalam Perspektif Islam--Foto : Freepik.com/jcomp
PALEMBANG, PALTV.CO.ID - Menjaga hubungan yang baik dengan sesama merupakan prinsip fundamental dalam ajaran Islam. Dalam konteks keuangan, aspek ini menjadi sangat penting dalam menangani urusan seperti menagih utang.
Islam tidak hanya memberikan pedoman terkait bagaimana menagih utang secara hukum, tetapi juga menekankan pentingnya memperlakukan orang lain dengan adil, baik, dan penuh kesabaran. Dalam artikel ini, dilansir bali.kemenag.go.id menjelajahi beberapa aspek etika menagih utang dalam perspektif Islam.
Pertama, menagih utang sesuai dengan jatuh tempo yang telah disepakati merupakan kewajiban dalam Islam. Imam Ahmad bin Hanbal, dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, menegaskan pentingnya bagi pemberi pinjaman untuk menepati janjinya.
Ini menunjukkan bahwa kejujuran dan integritas dalam urusan keuangan adalah hal yang sangat ditekankan dalam Islam. Ketika seseorang telah berjanji untuk membayar utang pada waktu tertentu, maka dia wajib untuk memenuhi janji tersebut.
BACA JUGA:Kenali Tanda-Tanda Lailatul Qadar & Maknanya untuk Dapat Pahala Ibadah 1000 Bulan
Kedua, dalam menagih utang, seseorang harus melakukannya dengan cara yang baik dan santun. Rasulullah Saw. telah mengajarkan umatnya untuk menuntut hak mereka dengan cara yang baik. Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah menyatakan,
"Siapa yang menuntut haknya, hendaklah dia menuntut dengan baik, baik pada orang yang ingin memenuhinya maupun pada orang yang tidak." Ini menunjukkan pentingnya memperlakukan orang lain dengan hormat dan menghindari sikap yang tidak sopan atau memarahi pihak yang berutang.
Ketiga, jika terdapat kesulitan bagi pihak yang berutang untuk membayar utangnya, Islam mendorong pemberi pinjaman untuk bersikap sabar dan memahami situasi tersebut. Bahkan, Islam menganjurkan untuk memberikan kelonggaran bagi pihak yang berutang jika mereka tidak mampu membayar.
Rasulullah SAW. pernah bersabda, "Siapa yang senang diselamatkan Allah dari kesusahan hari kiamat, maka hendaknya dia menghilangkan kesusahan orang yang terlilit utang atau membebaskannya." (HR. Muslim) Hal ini menunjukkan pentingnya sikap empati dan kebaikan hati dalam menangani urusan keuangan.
BACA JUGA:30 Ucapan Menyambut Bulan Ramadhan Dalam Bahasa Indonesia, Arab dan Inggris
Keempat, Islam secara tegas melarang praktik riba atau bunga dalam transaksi keuangan. QS. Al-Baqarah ayat 278 menegaskan larangan tersebut bagi orang-orang yang beriman. Praktik riba dianggap sebagai bentuk penindasan dan eksploitasi yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dalam Islam. Oleh karena itu, mengambil keuntungan dari utang dalam bentuk bunga tidaklah diperbolehkan dalam Islam.
Selain itu, dalam Islam juga diajarkan untuk memberikan prioritas kepada kebutuhan orang-orang yang membutuhkan daripada menagih utang secara keras.
Rasulullah Saw. menyatakan, "Barang siapa yang menangguhkan atau memaafkan utang saudaranya yang miskin, maka Allah akan menopangnya di atas bumi dan Allah akan menopangnya pada hari kiamat." (HR. Abu Daud) Hal ini menunjukkan pentingnya sikap dermawan dan kepedulian terhadap sesama dalam menangani urusan keuangan, terutama dalam konteks menagih utang.
Dalam praktiknya, adab-adab ini memberikan landasan moral bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk dalam urusan keuangan. Dengan memperhatikan etika menagih utang, umat Islam diharapkan dapat memelihara hubungan yang baik dengan sesama, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, kesantunan, kesabaran, dan keadilan dalam semua aspek kehidupan mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: bali.kemenag.go.id