Dari angka tersebut, lebih dari separuhnya—sekitar 60 persen—berbasis di benua Eropa.
Ini menandakan bahwa langkah efisiensi di kantor regional Eropa bisa berdampak signifikan terhadap struktur tenaga kerja perusahaan secara keseluruhan.
Langkah Nissan ini turut mencerminkan tren industri otomotif global yang semakin menekankan efisiensi dan konsolidasi.
Seiring dengan meningkatnya persaingan di segmen kendaraan listrik dan tuntutan transisi energi ramah lingkungan, banyak produsen otomotif besar mulai menata ulang strategi produksi dan tenaga kerjanya.
BACA JUGA:Redmi Note 11 di Tahun 2025: Worth It atau Mending Upgrade?
Namun demikian, para pengamat menilai bahwa restrukturisasi ini harus dijalankan dengan sangat hati-hati.
Mengingat banyaknya tenaga kerja yang terlibat dan besarnya dampak sosial yang mungkin ditimbulkan, proses transisi harus memperhatikan aspek kemanusiaan dan menjunjung tinggi keadilan.
Dalam waktu dekat, dunia otomotif akan menyoroti bagaimana Nissan menjalankan proses ini.
Apakah mereka mampu mengelola perubahan besar ini secara bertanggung jawab dan tetap menjaga semangat kerja para karyawannya? Atau sebaliknya, akan memicu gelombang kritik dan protes dari berbagai pihak?
Yang jelas, masa depan Nissan saat ini tengah berada di persimpangan jalan.
Keberhasilan atau kegagalan dari program restrukturisasi ini akan menjadi penentu arah perusahaan dalam menghadapi tantangan industri otomotif yang semakin kompleks di era elektrifikasi dan digitalisasi.