Kenapa Fitur Mobil Murah Selalu Terbatas? Ini Jawaban Tak Terduganya!

Selasa 15-07-2025,16:11 WIB
Reporter : Dodi
Editor : Abidin Riwanto

Salah satunya ialah regulasi di Indonesia yang masih longgar. Berbeda dengan negara maju di Eropa yang peraturan keselamatannya sangat ketat—bahkan mobil termurah wajib memiliki perlengkapan keselamatan aktif maupun pasif—di Indonesia hal itu belum diwajibkan secara menyeluruh.

Konsumen pun sering belum sepenuhnya memahami seberapa vital fitur keselamatan seperti ABS. Padahal, ABS adalah pelindung pertama yang bekerja sebelum kecelakaan terjadi.


strategi pabrikan batasi fitur mobil murah--Foto: youtube@fuse box

Karena regulasi yang longgar dan tingkat edukasi konsumen yang belum tinggi, produsen tidak terdorong untuk memasang fitur lengkap pada mobil murah. Prioritas utama tetap harga jual.

Alasannya sederhana: segmen ini ditujukan bagi pembeli sensitif harga, yang mungkin baru beralih dari motor ke mobil baru atau baru saja meninggalkan mobil bekas.

Tekanan agar harga serendah mungkin membuat produsen harus memangkas biaya produksi, dan cara tercepat melakukannya adalah memangkas fitur.

Setiap fitur tambahan, entah itu airbag ekstra, sensor parkir, kamera mundur, atau bahkan pengingat sabuk pengaman, semuanya menambah biaya. Jika semua fitur modern dimasukkan, harga kendaraan bisa melonjak belasan juta rupiah—otomatis keluar dari segmen entry level.

Selama konsumen tidak banyak mengeluh dan aturan pemerintah belum berubah, pabrikan pun makin yakin bahwa konsumen lebih mementingkan harga ketimbang fitur. Akibatnya, demi menjaga harga tetap rendah, fitur pun dikorbankan.

Ada juga alasan lain yang kadang terdengar konyol tapi logis: semakin banyak fitur, semakin rumit mobilnya. Kendaraan yang lebih kompleks lebih mudah mengalami kerusakan dan membutuhkan servis lebih sering.

Bagi konsumen dengan anggaran terbatas, biaya servis fitur elektronik bisa memberatkan. Produsen pun memilih membuat mobil sesederhana mungkin supaya risiko teknis kecil, produksi mudah, dan layanan purnajual tidak membebani.

Bayangkan kalau mobil entry level dibekali sensor-sensor canggih dan fitur semi-autonomous. Ketika rusak, biaya perbaikannya bisa bikin konsumen keberatan.

Akhirnya, produsen disalahkan karena dianggap menjual produk yang “cepat rusak.” Kenyataannya, komponen elektronik memang punya umur pakai yang lebih pendek dibandingkan mesin. Jadi meski alasan ini terdengar lucu, faktanya benar.

Mengapa tidak banyak yang memprotes mobil entry level yang miskin fitur? Karena kebanyakan pembeli mobil pertama hanya berpikir: yang penting mobil bisa jalan, kabin dingin, dan hemat bahan bakar.

Jika bisa dipakai untuk bekerja atau mengantar keluarga tanpa banyak masalah, itu sudah lebih dari cukup. Fitur tambahan hanya dianggap bonus.

Contoh paling nyata adalah Honda Brio Satya yang sering dikritik interiornya biasa saja dan fiturnya minim. Namun, penjualannya tetap tinggi karena konsumen menilai mesinnya irit dan reputasi Honda bagus. Fitur canggih dianggap tidak terlalu penting.

Ada satu alasan lagi mengapa mobil entry level sengaja dibuat sederhana: supaya tidak “mengganggu” pasar mobil kelas menengah. Misalnya, kalau mobil murah fiturnya setara dengan model midrange, konsumen akan memilih yang lebih murah, dan mobil midrange jadi kurang laku.

Kategori :