BACA JUGA:Dukung Program Ketahanan Pangan, Polsek Indralaya Bangun Kolam Ikan di Pekarangan Kantor
Bagaimanapun juga, DARPA adalah bagian dari Pentagon, meskipun secara tradisional beroperasi cukup independen.
Militer AS kini tengah gencar mengadopsi AI dalam operasinya, demi tidak tertinggal dari Tiongkok dan Tentara Pembebasan Rakyat-nya, ataupun Rusia yang menguji berbagai teknologi di medan perang Ukraina.
Seorang peselancar dan skateboarder di waktu senggangnya, Shafto (49) duduk di ruang konferensi sederhana suatu sore.
Membayangkan masa depan ketika AI bisa menyelesaikan masalah bertingkat rumit sebagaimana kini mampu menyerap makna dari tumpukan teks besar melalui teori probabilitas.
BACA JUGA:Mantan PJ Kades Karang Tanding Ditetapkan Tersangka Korupsi Dana Desa
BACA JUGA:SD Negeri 137 Palembang Sepi Peminat, Hanya Terdaftar 10 Siswa
“Ada banyak matematikawan hebat yang mengerjakan masalah klasik berusia ratusan tahun,” kata Shafto. Itu bukan hal yang saya minati.
Ia ingin mendorong disiplin ini bergerak lebih cepat dengan memanfaatkan AI untuk menghemat waktu.
“Masalah dalam matematika bisa membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk diselesaikan,” ujarnya dalam presentasi terbaru tentang proyek Exponentiating Mathematics di kantor DARPA, yang menerima aplikasi hingga pertengahan Juli.
Dalam salah satu slide-nya, ia menunjukkan bahwa jumlah publikasi matematika stagnan selama satu abad terakhir.
Sementara publikasi di bidang ilmu hayat dan teknologi mengalami lonjakan. Judul slide tersebut menekankan maksudnya: “Math is sloooowwww...”
BACA JUGA:Belum Ada Kepastian Hukum, Korban Minta Oknum Kades di Proses Hukum
BACA JUGA:3 HP 1 Jutaan yang Cocok untuk Anak TK, Belajar Online Jadi Lancar!
Jenis matematika murni yang ingin Shafto percepat dikenal lambat karena tidak mengejar solusi numerik untuk masalah konkret sebagaimana matematika terapan.
Sebaliknya, matematika murni adalah ranah pemikir teoritis yang membuat pengamatan berani tentang bagaimana dunia bekerja—yang kemudian ditelaah (dan kadang dibongkar) oleh sesama ilmuwan.“Bukti adalah segalanya,” kata Granville.