Namun, lagi-lagi, konteks penyampaiannya kurang tepat.
Apalagi motor yang direndam adalah unit baru dengan kondisi komponen masih sempurna. Hal ini membuat konsumen mempertanyakan apakah performa tetap sama untuk motor yang telah digunakan dalam jangka panjang.
Berbeda halnya dengan uji ketahanan mesin 30 hari yang dirasa lebih masuk akal untuk pengendara yang suka touring atau penggunaan jarak jauh.
Uji daya tahan mesin bisa menjadi bukti kuat untuk membangun kepercayaan konsumen. Namun ketika produk entry level seperti Gear Ultima dipasarkan dengan pendekatan ekstrem, persepsi konsumen menjadi bias.
BACA JUGA:Antisipasi Gangguan, Kapasitas Server Pendaftaran Online SPMB Palembang Ditingkatkan
BACA JUGA:Edane Terkesan Pindang Baung dan Pilih Gear Lokal Saat Tampil di Muara Enim
Yamaha seolah ingin memposisikan diri di segmen motor sejuta umat, namun strategi yang digunakan cenderung menarget pasar high-end atau pengguna motor performa tinggi.
Akibatnya, Yamaha terjebak di tengah antara pasar entry level dan premium, tanpa benar-benar mendominasi salah satunya.
Meski demikian, strategi marketing Yamaha tidak bisa disebut gagal total. Ada unsur edukasi dan keseriusan dalam menunjukkan kualitas produk.
Hanya saja, penting bagi Yamaha untuk lebih cermat dalam memilih konteks dan sasaran pasar. Marketing bukan sekadar soal siapa yang paling keras berteriak, melainkan siapa yang paling didengarkan.
BACA JUGA: Waspada! Ini 5 Penyebab Handle Rem Motor Terasa Blong yang Harus Kamu Tahu
BACA JUGA:Naik LRT di Palembang? Lihat Keindahan Jembatan Ampera dari Sudut Berbeda!
Dengan kondisi tersebut, Yamaha perlu mengevaluasi kembali pendekatan mereka, agar tetap unik namun tetap relevan dengan kebutuhan konsumen Indonesia.
Produk yang tangguh memang penting, namun penyampaian pesan yang tepat akan jauh lebih menentukan keberhasilan di pasar.