PALEMBANG, PALTV.CO.ID - Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga atau BI Rate 6% acuan sebanyak 50 poin basis (bps) hingga mencapai 6%.
Keputusan ini diambil setelah delapan bulan sejak Bank Sentral terakhir kali menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Tentu saja hal ini membuat para pejuang cicilan KPR Ketar-ketir
Naiknya BI Rate menjadi 6% membuat para peminjam menjadi ketar-ketir. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan naiknya suku bunga BI atau BI Rate Menjadi 6% dengan alasan di balik keputusan ini adalah untuk melindungi nilai Rupiah.
"Kenaikan ini bertujuan untuk memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah mengingat tingginya ketidak pastian di tingkat global," ujarnya pada Kamis, 19 Oktober 2023.
BACA JUGA:Debit Air Menyusut, Pantai Sungai Ogan Jadi Tempat Wisata Dadakan yang Dinikmati Warga Baturaja
Peningkatan suku bunga acuan BI Rate menjadi 6% akan berdampak pada suku bunga deposito dan pinjaman perbankan, termasuk KPR.
Namun, BI yakin bahwa kenaikan suku bunga perbankan akan terbatas selama suku bunga acuan BI tetap tinggi. Ini karena saat ini likuiditas perbankan cukup kuat.
Perry menegaskan, "Suku bunga deposito perbankan 1 bulan dan suku bunga kredit pada tahun 2023 tetap stabil pada 4,28% dan 9,36% masing-masing."
Jika dibandingkan dengan posisi suku bunga pada bulan Agustus 2023, suku bunga kredit mengalami kenaikan sebesar 2 poin basis dari 9,34% sebelumnya. Selain itu, jika dibandingkan dengan awal tahun, suku bunga kredit telah naik sebesar 11 poin basis.
BACA JUGA:Oppo Mencoba Menghilangkan Titik Gagal HP Lipat dengan Oppo Seri Find N3 Flip
Bank Indonesia telah meningkatkan BI rate sejak bulan Agustus 2022, sehingga pada bulan Oktober 2023, BI rate telah meningkat sebanyak 250 poin basis.
Selama periode yang sama, suku bunga kredit bank juga naik sebanyak 42 poin basis, dari 8,94% menjadi 9,36%.
Selain itu, suku bunga KPR secara khusus juga telah naik sebanyak 54 poin basis hingga mencapai 8,34% selama periode kuartal II/2022 hingga kuartal II/2023.
Menurut catatan BI, meskipun indikator likuiditas menunjukkan tren penurunan, ketersediaan dana dalam jangka pendek hingga menengah di sektor perbankan masih dalam kondisi yang memadai.
BACA JUGA:Ingin Tambah Penghasilan, Ini 6 Bisnis Kuliner Yang Layak Dicoba di Rumah, Mudah dan Menguntungkan
Pada bulan September 2023, alat likuiditas per dana pihak ketiga (AL/DPK) mencapai 25,83%, mengalami penurunan dari bulan sebelumnya sebesar 26,57%, namun tetap berada jauh di atas batas bawah yang sebesar 10%.
Perry juga menyatakan bahwa likuiditas perbankan yang memadai didukung oleh implementasi kebijakan insentif makroprudensial yang efektif, yang mulai berlaku sejak 1 Oktober 2023 dengan insentif maksimum sebesar 4% dari DPK.
Pada awal implementasi pada tanggal 5 Oktober 2023, kebijakan ini berhasil menambahkan likuiditas sebesar Rp 28,79 triliun kepada 120 bank.
Selanjutnya, BI akan menurunkan Persyaratan Likuiditas Minimum (PLM) sebanyak 100 poin basis, dari 6% menjadi 5%, untuk bank konvensional dengan fleksibilitas repo sebesar 5%. Demikian pula, PLM untuk bank syariah akan turun dari 4,5% menjadi 3,5%, dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%.
BACA JUGA:Nilai Tukar Rupiah Mencapai Rp15.700 per Dolar AS Akibat Pengaruh Kebijakan Luar Negeri
PLM adalah cadangan likuiditas minimum dalam rupiah yang wajib disimpan oleh bank konvensional dan bank syariah dalam bentuk surat berharga Rupiah yang dapat digunakan dalam operasi moneter. Dengan penurunan PLM ini, bank akan memiliki lebih banyak ruang untuk menjalankan fungsi intermediasi.
Berdasarkan data dari Trading Economics, hingga Jumat (20/10/2023), negara-negara tetangga yang memiliki suku bunga bank sentral lebih tinggi daripada Indonesia hanya Filipina, Myanmar, dan Laos, dengan kisaran 6,25–7,5%.
Sementara itu, negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Brunei Darussalam, Vietnam, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Kamboja, memiliki suku bunga yang lebih rendah, seperti yang terlihat dalam grafik. Data untuk Timor Leste tidak tersedia.
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2023, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Tenggara selama setahun ke depan sangat positif.
BACA JUGA:Tepian Sungai Komering Surut Bawa Berkah, Warga Jua-Jua Kayuagung Berkebun Sayur
Dari 11 negara anggota ASEAN, diperkirakan 8 negara akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat pada tahun 2024, sementara 3 negara akan mempertahankan pertumbuhan yang stabil.
Negara-negara yang diharapkan mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat pada tahun 2024 termasuk Kamboja, Filipina, Vietnam, Malaysia, Thailand, Timor Leste, Singapura, dan Brunei Darussalam. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia, Laos, dan Myanmar diprediksi akan tetap stabil.*