Demokrasi Tergerus oleh Penyalahgunaan Teknologi AI

teknologi AI generatif digunakan untuk menyebarkan serangan terhadap lawan politik --Freepik.com
Hingga pertengahan 2025 ini, AI telah berperan dalam setidaknya sembilan pemilu besar lainnya, mulai dari Kanada hingga Australia.
Tidak semua penggunaan bersifat jahat.
BACA JUGA:ION UT: Mobil Listrik Terjangkau dengan Desain Futuristik dan Fitur Modern
BACA JUGA:292 Atlet ASN Sumsel Siap Berlaga di 12 Cabor Porprov Korpri, Ini Pesan Sekda Sumsel Edward Candra
Dalam 25% kasus yang disurvei, kandidat menggunakan AI untuk kepentingan mereka sendiri, seperti menerjemahkan pidato dan platform ke dalam dialek lokal serta mengidentifikasi kelompok pemilih tertentu.
Teknologi Ai gratis membua video banjir dan konten manipulatif yang palsu dan disebar secara anonym--Freepik.com
Di India, praktik kloning kandidat menjadi hal yang lumrah “bukan hanya untuk menjangkau pemilih, tapi juga untuk memotivasi kader partai,” menurut studi dari Center for Media Engagement di Universitas Texas, Austin.
Namun di saat yang sama, puluhan deepfake foto atau video palsu yang meniru orang nyata menggunakan AI untuk meniru suara kandidat atau siaran berita. Menurut survei panel internasional tersebut, AI berperan merugikan dalam 69% kasus.
Tahun lalu, berbagai contoh buruk juga muncul dalam pemilu presiden AS, memicu peringatan publik dari Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur (CISA).
BACA JUGA:Meskipun Menang, Pelatih Chelsea Enzo Maresca Sindir Penyelenggara Piala Dunia
BACA JUGA:292 Atlet ASN Sumsel Siap Berlaga di 12 Cabor Porprov Korpri, Ini Pesan Sekda Sumsel Edward Candra
Kantor Direktur Intelijen Nasional, dan FBI.Di bawah pemerintahan Trump, tim-tim yang menangani hal tersebut telah dibubarkan.
Negara otoriter, termasuk Rusia, China, dan Iran, tercatat sebagai pelaku utama dalam eksploitasi AI untuk mengacaukan pemilu di berbagai belahan dunia.
Teknologi ini memungkinkan mereka memperbesar dukungan terhadap kandidat yang lebih sejalan dengan pandangan mereka atau sekadar mendiskreditkan demokrasi sebagai sistem politik yang inferior.
Salah satu kampanye Rusia mencoba membangkitkan sentimen anti-Ukraina menjelang pemilu presiden bulan lalu di Polandia, di mana banyak pengungsi Ukraina bermukim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: the indian ekspress