Misteri Kuda Lumping, Tari Tradisional yang Berbau Mistis

Kamis 16-02-2023,19:06 WIB
Reporter : Nabilla Imandha
Editor : Devi Setiawan

PALEMBANG, PALTV.CO.ID - Salah satu kerajinan yang sudah banyak dikenal masyarakat khususnya masyarakat Indonesia adalah kerajinan rotan. Kerajinan rotan sudah cukup beredar luas di kalangan masyarakat yang biasanya digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, kayu rotan ini juga dipakai sebagai bahan dasar pembuatan karya seni yang sering dipakai untuk mempersembahkan sebuah tarian. Tarian yang biasanya menggunakan properti atau perlengkapan berbahan dasar rotan adalah Tari Kuda Lumping yang sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat Jawa.

Tari Kuda Lumping pada dasarnya menggunakan sebuah anyaman yang terbuat dari rotan berbentuk kuda namun tidak memiliki kaki. Anyaman rotan berbentuk kuda tersebut merupakan ciri khas dari pertunjukan tari Kuda Lumping ini. Selain anyaman rotan, bambu juga dapat dipakai untuk membuat anyaman kuda. Tari Kuda Lumping umumnya dimainkan minimal dua pemain sampai delapan pemain laki-laki. Akan tetapi, bagi masyarakat khususnya daerah Jawa Timur, tari Kuda Lumping ini sudah dimainkan pula oleh penari perempuan.

Terdapat hiasan berupa rambut yang berasal dari tali berbentuk kepang di bagian Kuda Lumpingnya. Oleh sebab itu, masyarakat Jawa Timur menyebut tarian ini sebagai tarian Jathilan. Berbeda dengan Jawa Timur, masyarakat Jawa Barat menyebut tarian tradisional ini sebagai tari Kuda Lumping dan daerah Jawa Tengah menamakan tarian Jaran Kepang.

BACA JUGA:Game Play Event Terbaru ML Bocor! Pihak Moonton Berikan Pelanggaran Hak Cipta Kepada Youtuber Ini

BACA JUGA:Lampaui Abdul Jabbar, Lebron James Berada di Puncak Tertinggi Sebagai Pencetak Poin Terbanyak NBA


Proses mewarnai anyaman Jaran Kepang di Desa Pendowo Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah (KKN ISI Yogyakarta Tahun 2000).-Awal Istirdja'-Dokumentasi Devi Setiawan (Cek Dev)

Ada beberapa sejarah yang menjelaskan asal usul tarian ini. Mereka menyebutkan bahwasanya tarian ini berasal dari perang Pangeran Diponegoro melawan kekuatan kolonial Belanda yang mendapatkan dukungan penuh dari kalangan rakyat jelata. Tetapi, ada juga yang menyebutkan bahwa tarian ini ada pada saat Kerajaan Mataram yang menunggangi kuda dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono I berperang melawan penjajahan Belanda.

Namun, terdapat juga versi lain yang menyebutkan bahwa tarian ini merupakan cerminan pada saat Raden Fatah melakukan perjuangan didampingi oleh Sunan Kalijaga untuk melawan penjajahan bangsa Belanda.

Tarian tradisional Kuda Lumping ini biasanya dipertunjukkan pada acara-acara khusus seperti acara sunatan, acara penghormatan, acara penyambutan tamu, dan acara-acara penting lainnya. Ketika para seniman-seniman yang berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya menemukan tanah yang lapang, maka pergelaran tarian Kuda Lumping ini pasti akan dimulai. Tidak hanya digelar pada tanah yang lapang, tarian ini juga terkadang dipertunjukkan di tanah yang kosong, tetapi terdapat jarak antara penonton dengan para pemain.

Atraksi bernuansa mistis kerap diperagakan oleh para penari Kuda Lumping. Para penari didampingi dan dikontrol oleh dukun, baik di Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Terdapat iringan musik tradisional seperti gong, drum-drum dog-dog, gamelan pelog, kenong, terompet khas Kuda Lumping, dan juga angklung mengiringi tarian mereka. Tidak jarang, para penari dibacakan mantra-mantra oleh dukun yang membuat mereka nantinya akan kesurupan.

BACA JUGA:Perjalanan Karier Prilly Latuconsina, Tampil Menjadi Bolang Hingga Menjadi Artis Multitalenta

BACA JUGA:Susah Cari Topik Bicara? Lakukan Hal ini Jika Anda Ingin Dihargai Lawan Bicara

Tanda-tanda yang menunjukkan para penari mulai kemasukan roh halus biasanya berupa pecutan cambuk. Ada macam-macam gerakan maupun atraksi yang dilakukan, namun atraksi yang digunakan bukanlah hal yang normal. Atraksi tersebut biasanya berupa mengunyah beling, menyayat lengan dengan pisau, mengangkat benda berat, dibacok dengan golok, membakar diri, memakan rumput, berjalan di atas pecahan kaca, mengupas sabut kelapa dengan gigi, dipecut oleh cambuk, dan atraksi-atraksi lainnya.

Tujuan dari mempertontonkan atraksi ini adalah para penari ingin memperlihatkan kekebalan tubuh mereka. Bahkan tak jarang pada saat pertunjukkan, para penari yang menaiki kuda anyaman tadi berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat hingga tak jarang mereka berguling-guling di atas tanah. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa tarian ini adalah cerminan dari beberapa kekuatan supranatural yang dulunya digunakan oleh pejuang di kerajaan Jawa, untuk melawan pasukan Belanda melalui kekuatan non-militer.* (Nabilla Imandha, PALTV.CO.ID)

Kategori :