Sinergi Keroyokan dan Pendataan Keluarga: Percepatan Menurunkan Prevalensi Stunting

Jumat 14-07-2023,09:40 WIB
Reporter : Rizky Fauzia
Editor : Abidin Riwanto

PALEMBANG, PALTV.CO.ID- Kepala BKKBN Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) mengungkapkan bahwa percepatan penurunan angka stunting dalam dua tahun terakhir dipengaruhi oleh beberapa faktor sensitif, seperti pengadaan air bersih atau layak minum dan sanitasi seperti jamban.

"Alhamdulillah, persentase orang yang berisiko mengalami stunting telah turun menjadi 21,6 persen (SSGI 2022) sebagai hasil dari tata kelola air bersih dan sanitasi yang baik.

Juga perbaikan rumah yang tidak layak huni," ujar Kepala BKKBN saat menerima audiensi siswa Sekolah Kantor Staf Presiden RI, pada Rabu siang (12/07/2023), di Ruang Sekretariat Stunting, BKKBN Pusat, Jakarta.

Para siswa didampingi oleh jajaran Kantor Staf Presiden, dan hadir juga Perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Bidang Sanimas dan PAM Simas).

Dr. Hasto menyatakan bahwa percepatan penurunan stunting juga didukung oleh intervensi dari para menteri, gubernur, bupati, dan walikota melalui program PPS (Percepatan Penurunan Stunting) di tingkat daerah.

BACA JUGA:Kunci Hidup Kaya dan Berkecukupan: Menyingkap Rahasia Kesuksesan Finansial

BACA JUGA:Munculnya Kamera DSLR: Terobosan Revolusioner dalam Fotografi

Termasuk dalam program ini adalah gerakan Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari lingkungan TNI/Polri, pemerintah, perusahaan swasta, hingga masyarakat.

"Intervensi PPS kita lakukan secara keroyokan (gotong royong). Alhamdulillah, hasilnya terlihat, dan diharapkan pada tahun 2024 target prevalensi stunting sebesar 14 persen dapat tercapai, atau bahkan bisa lebih rendah lagi melihat gerakan PPS yang sangat masif dilakukan," ujar dr. Hasto dengan penuh semangat.

Meskipun angka prevalensi stunting menurun sekitar 2,8 persen setiap tahunnya, dr. Hasto mengakui bahwa indikator stunting masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. "Inilah mengapa kita selalu melakukan rapat koordinasi untuk memastikan indikator ini tercapai," tandas dr. Hasto.

Lebih lanjut, dr. Hasto menjelaskan bahwa intervensi terhadap kasus stunting juga dilakukan berdasarkan faktor-faktor spesifik.

Misalnya, pemberian tablet tambah darah kepada ibu hamil yang berisiko melahirkan anak stunting karena kurangnya energi kronis. Intervensi serupa juga dilakukan terhadap remaja putri yang mengalami anemia.


Keroyokan & Pendataan Keluarga Percepat Penurunan Prevalensi Stunting.--foto/Media Center BKKBN

Dr. Hasto juga mengingatkan para ibu untuk memberikan ASI (Air Susu Ibu) eksklusif kepada bayi mereka selama enam bulan. Data yang dimiliki BKKBN menunjukkan bahwa saat ini hanya 66 persen bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.

"Targetnya adalah lebih dari 70 persen. Jika bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif, maka stunting adalah konsekuensinya karena ASI merupakan sumber gizi utama bagi bayi," tutur dr. Hasto.

Kategori :