Sebagai bagian dari rencana ini, divisi AI — yang kini berganti nama menjadi Meta Superintelligence Labs (MSL) — akan berjalan dalam empat tim.
Satu tim akan menangani model bahasa besar seperti Llama. Di bawah naungan FAIR, tim ini ditugaskan melanjutkan penelitian mendalam dan jangka panjang di bidang AI.
Tim ketiga, yang dipimpin mantan CEO GitHub Nat Friedman, akan mengerjakan produk AI yang berhadapan langsung dengan konsumen.
Tim keempat akan fokus pada infrastruktur, termasuk pusat data dan perangkat keras komputasi.
Namun meski di atas kertas tampak rapi, tidak semua pihak yakin.
BACA JUGA:Penjualan Honda Anjlok 29,6 Persen di 2025, Persaingan Ketat dan Tren EV Jadi Ancaman
BACA JUGA:Kredit Korporasi Tumbuh Positif, BRI Dukung Ekspansi Sektor Produktif
Menurut laporan New York Times, Meta sedang mempertimbangkan pemecatan sejumlah insinyur AI atau memindahkan staf di dalam divisi AI yang kini berjumlah beberapa ribu orang.
Tentu saja, belum ada yang dipastikan, tetapi ketidakpastian ini jelas mengguncang para karyawan. Beberapa eksekutif sudah hengkang, menambah rasa ketidakstabilan.
Bagi divisi yang pernah disebut sebagai motor pertumbuhan terbesar Meta, bahkan sekadar kemungkinan adanya PHK terasa seperti putar balik yang tajam.
Apakah Hype AI Sudah Berakhir?
Semua perubahan mendadak ini menimbulkan pertanyaan yang lebih besar — apakah hype AI mulai mendingin? Pertanyaan ini makin relevan karena langkah Meta terjadi hanya beberapa hari setelah OpenAI meluncurkan ChatGPT-5 yang dianggap tidak terlalu memukau dibanding model-model sebelumnya.
BACA JUGA:Bocah Disabilitas yang Hilang Dua Hari Akhirnya Ditemukan Selamat di OPI Jakabaring
BACA JUGA:Gelapkan Sepeda Motor Teman Ahsanul Divonis 1 Tahun 5 Bulan Penjara
Selama dua tahun terakhir, AI mendominasi tajuk berita, dan perusahaan berlomba-lomba menyebut diri mereka AI-first.
Namun seperti teknologi yang sebelumnya digembar-gemborkan — blockchain atau metaverse — apakah AI juga akan bernasib sama, atau justru nyata?