PALTV.CO.ID,- Konflik Israel Iran terus memanas, menyebabkan ketakutan dan kekacauan kemanusiaan khususnya sektor ekonomi.
Di balik gempita pemberitaan seputar pergerakan militer, aliansi NATO, dan sanksi Uni Eropa.
Ada satu aspek penting yang kerap luput dari perhatian yakni dampak ekonomi jangka panjang bagi negara-negara yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam perang.
Biaya Ekonomi dan Sosial dari Perang
Setiap kali sebuah negara terlibat dalam konflik bersenjata, yang pertama kali terkena dampaknya adalah kestabilan ekonomi.
BACA JUGA:Mantan PJ Kades Karang Tanding Ditetapkan Tersangka Korupsi Dana Desa
BACA JUGA:SD Negeri 137 Palembang Sepi Peminat, Hanya Terdaftar 10 Siswa
Inflasi, pengangguran, ketidakpastian, serta utang negara akan meningkat tajam. Konflik juga mengakibatkan terganggunya aktivitas ekonomi, baik secara domestik maupun global.
Konflik bersenjata menyebabkan pengungsian besar-besaran, meningkatnya kekerasan, serta hancurnya infrastruktur penting.
Ini bukanlah teori semata; sejarah membuktikan bahwa sejak Perang Dunia II, konflik-konflik berskala besar seperti Revolusi Rumania 1989 hingga perang sipil di Afrika dan Asia telah menimbulkan kerusakan sosial-ekonomi yang berkepanjangan.
Mitos Ekonomi Perang: 'Broken Window Fallacy'
BACA JUGA:Rumah Warga di Kertapati Ambruk Diterpa Hujan Deras, Harapkan Bantuan !
BACA JUGA:5 HP 1 Jutaan Terbaik Tahun 2025 untuk Live di TikTok
Beberapa orang meyakini bahwa perang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi karena menciptakan permintaan dan lapangan pekerjaan.
Namun, pandangan ini merupakan kekeliruan klasik dalam ekonomi yang dikenal sebagai "broken window fallacy"—keyakinan bahwa kerusakan atau kehancuran akan menstimulasi ekonomi melalui kegiatan perbaikan.