PALTV.CO.ID - Pemerintah Indonesia telah menetapkan akhir tahun 2025 sebagai batas waktu pemberian insentif untuk mobil listrik impor (Completely Built Up/CBU).
Hal ini menandai babak baru dalam arah kebijakan kendaraan listrik nasional yang awalnya difokuskan pada akselerasi pasar melalui insentif fiskal, dan kini mulai bertransisi menuju pembentukan industri dalam negeri yang lebih kokoh.
Kebijakan ini tidak hanya berpengaruh pada konsumen, tetapi juga pada para produsen, terutama merek asing seperti BYD yang saat ini mendominasi pasar mobil listrik Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 6 Tahun 2023, insentif yang berlaku meliputi pembebasan bea masuk, PPnBM 0% dari tarif normal 15%, serta PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10%.
BACA JUGA:BI Sumsel Gelar ‘Digital Kito Galo 6th' Wujudkan Transaksi Aman dan Nyaman
BACA JUGA:Upaya BRI Perkuat Ekosistem Maritim dengan Skema Pembiayaan PT Pelni
Dengan demikian, konsumen hanya membayar PPN antara 1–2% tergantung model. Ini menjadikan harga mobil listrik menjadi sangat kompetitif jika dibandingkan dengan mobil bermesin konvensional.
BYD, dengan model-model populernya seperti Dolphin, Atto 3, dan Seal, mampu memanfaatkan skema ini secara maksimal untuk mendongkrak penjualan.
Sepanjang tahun 2024, BYD berhasil mencatatkan penjualan lebih dari 15.429 unit, menjadikannya pemimpin pasar dengan pangsa sebesar 36%.
merek asing seperti BYD yang saat ini mendominasi pasar mobil listrik Indonesia.--ilustrasi pribadi
Bahkan hingga April 2025, BYD mengklaim telah menguasai 42,4% dari pasar kendaraan listrik di Indonesia. Angka ini menunjukkan betapa besar peran insentif terhadap keberhasilan merek tersebut di pasar lokal.
BACA JUGA:Disnakertrans Sumsel Pastikan Tindak Lanjuti Laporan Buruh Sesuai Prosedur
BACA JUGA:Hingga Mei 2025, 50 Peristiwa Kebakaran Terjadi di Palembang
Banyak pelaku industri khawatir momentum pertumbuhan kendaraan listrik akan melambat, terutama jika tidak ada pengganti insentif yang bisa menjaga daya beli masyarakat dan keberlanjutan investasi.
Panjaitan, menyatakan bahwa perusahaan akan tetap mematuhi segala regulasi pemerintah. Namun, ia menegaskan pentingnya konsistensi kebijakan agar hasil program transisi energi bisa maksimal.