BACA JUGA:Polres Prabumulih Lahirkan Duta Lalu Lintas Muda Tahun 2025
Kedua, harga kendaraan listrik yang masih tinggi menjadi kendala utama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Meskipun pemerintah sudah memberikan subsidi, menurut Helen, perlu ada skema pembiayaan yang lebih fleksibel dan terjangkau agar penetrasi kendaraan listrik bisa lebih luas.
Ketiga, edukasi masyarakat tentang kendaraan listrik masih kurang. Banyak orang belum memahami perawatan, efisiensi biaya, serta manfaat jangka panjang dari kendaraan listrik.
Kampanye publik yang masif dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan dan minat masyarakat.
BACA JUGA:BNNK OKI Identifkasi Angka Perceraian di OKI Didominasi Faktor Penyalahgunaan Narkoba
BACA JUGA:PALTV Resmi Tandatangi MoU Kerjasama Media Dengan Kemenkum Sumsel
Tantangan keempat adalah ketergantungan terhadap teknologi baterai asing.
Indonesia memang kaya akan nikel, tetapi pengelolaan dan pengolahannya masih banyak dikendalikan pihak luar. Oleh karena itu, hilirisasi industri baterai harus dijalankan dengan sungguh-sungguh agar nilai ekonominya tidak lepas ke luar negeri.
Pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia menunjukkan arah yang positif menuju transisi energi bersih.
Namun, untuk benar-benar menjadi pusat industri kendaraan listrik global, diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat.
Helen menambahkan bahwa momentum ini sangat penting bagi Indonesia. Bukan hanya untuk menjadi pasar konsumsi, tetapi juga sebagai pusat produksi dan inovasi kendaraan listrik. Jika semua elemen bangsa bergerak secara selaras, maka target besar yang dicanangkan pemerintah bukan sekadar impian, tetapi bisa menjadi kenyataan yang membawa dampak ekonomi dan lingkungan secara luas.
Dengan visi jangka panjang yang terencana dan komitmen yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar untuk memimpin dalam era transportasi masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
SUMBER GAMBAR : ILUSTRASI