PALTV.CO.ID,- Dominasi penerbit besar perlahan membunuh kreativitas. Inilah mengapa para developer perlu mengambil kembali kendali.
Dalam dunia video game, terlalu banyak penerbit besar yang kini lebih sibuk mengelola daripada mencipta. Mereka tidak membangun dunia, tidak menciptakan mekanik, dan tidak menulis cerita.
Banyak pengembang game yang akhirnya harus menambahkan fitur yang tidak mereka inginkan—seperti mikrotransaksi atau sistem layanan langsung—hanya karena tekanan dari atas.
Keputusan-keputusan semacam ini bukan datang dari ruang kreatif, tapi dari ruang rapat, tempat para eksekutif hanya menatap spreadsheet, bukan hasil playtest.
BACA JUGA:Tesla Terdesak, Janjikan Mobil Murah dan Robotaxi di Tengah Persaingan Global
BACA JUGA:BRI Grup Serahkan Klaim Asuransi AURORA Plus Rp106 Juta kepada Ahli Waris
Yang mereka lakukan hanyalah mengontrol hasil. Visi mereka bukanlah mendukung kreativitas, tetapi mengendalikan tren, kebiasaan bermain, dan tentu saja—cara kita menghabiskan uang.
Penerbit vs Kreativitas
Dalam struktur industri saat ini, publisher lebih mirip industrialis yang terobsesi pada skala dan keuntungan. Mereka menghapus ide-ide unik dan menggantinya dengan formula yang cocok dengan model monetisasi terbaru.
Dan ketika game mereka gagal menyentuh hati pemain? Mereka bingung, padahal masalahnya jelas: kreativitas telah digantikan oleh kalkulasi.
BACA JUGA:Rahasia Waroeng Tani Bertahan Lintas Generasi Berkat Pendanaan BRI!
Hukum, Paten, dan Rasa Takut
Hukum paten di industri game juga menjadi penghambat besar. Banyak pengembang yang takut mengembangkan ide serupa dengan game sukses, bukan karena mereka ingin meniru, tapi karena takut digugat.
Contohnya sistem Nemesis milik WB Games yang revolusioner, tapi kini terkunci oleh hak paten dan tidak bisa digunakan developer lain. Alhasil, banyak game terasa “aman” dan membosankan.