PALTV.CO.ID - Pemerintah telah menetapkan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk kendaraan listrik sebagai langkah mengakselerasi transisi energi bersih di Indonesia.
Insentif PPN DTP ini berlaku pada masa pajak Januari hingga Desember 2024 dan merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing mobil listrik di pasar domestik.
Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), serta mendorong upaya pengurangan emisi. Namun, realita di lapangan menunjukkan tantangan yang mempengaruhi efektifitas kebijakan ini.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penurunan penjualan kendaraan di Indonesia sepanjang tahun 2024.
BACA JUGA:BRI Siapkan Berbagai Inisiatif dan Layanan Digital untuk Dukung Bisnis E-Commerce
BACA JUGA:Samsung Menambahkan Trik AI Baru Pada Smart TV 4K dan 8K
Hingga September, penjualan mobil nasional tercatat turun hingga 16,2% year on year, dengan wholesales yang mencapai hanya 633.218 unit dari target awal 1,1 juta unit.
Dengan penyesuaian terbaru, Gaikindo memproyeksikan angka penjualan hingga akhir tahun 2024 sebesar 850 ribu unit.
Meski ada PPN DTP, penurunan ini menunjukkan bahwa kebijakan pajak saja mungkin tidak cukup untuk mendongkrak penjualan mobil listrik secara signifikan.
Ekonom Universitas Paramadina Jakarta, Wijayanto Samirin, menilai bahwa insentif PPN DTP pada dasarnya sudah tepat sasaran namun masih perlu dioptimalkan melalui penyesuaian.
BACA JUGA:Naik Kereta Bareng Teman? Dapatkan Diskon Tiket Rombongan hingga 10%!
BACA JUGA: Agen BRILink Berhasil Gagalkan Upaya Penipuan Berkat Ketelitian dan Menjalankan SOP
Menurut Wijayanto, penerapan insentif pajak ini sebaiknya difokuskan pada kendaraan listrik yang lebih terjangkau bagi masyarakat luas dan bukan untuk mobil listrik kategori mewah.
Ia menegaskan pentingnya kebijakan selektif agar insentif PPN DTP benar-benar membantu masyarakat mengakses kendaraan listrik yang terjangkau dan memotivasi masyarakat untuk beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik.
Menurut Wijayanto, apabila insentif pajak ini difokuskan hanya pada mobil listrik sejuta umat, maka dampaknya akan lebih terasa di lapisan masyarakat menengah yang memiliki daya beli lebih rendah dibandingkan segmen atas.