Fenomena Cancel Culture: Ketika Media Sosial Menjadi Hakim

Selasa 29-10-2024,08:24 WIB
Reporter : hafid zainul
Editor : Hanida Syafrina

Cancel culture menjadi lebih masif karena kekuatan media sosial.

BACA JUGA:Bingung Menggunakan 'Sabrina'? Ikuti Langkah-Langkah Praktis Ini untuk Memudahkan Transaksi Anda!

BACA JUGA: BRI Liga 1 Semakin Berkualitas, Temukan Rahasia di Balik Kesuksesannya!

Ketika seorang figur publik mengeluarkan pernyataan kontroversial, netizen bisa dengan cepat mengorganisir aksi untuk menarik dukungan atau memboikot karya orang tersebut.

Tindakan ini sering kali dianggap sebagai bentuk protes dan sarana untuk menuntut tanggung jawab sosial dari mereka yang memiliki pengaruh besar.

Di sisi lain, fenomena ini juga memiliki dampak negatif, seperti pengucilan atau penghukuman massal tanpa kesempatan bagi individu untuk memperbaiki kesalahannya.

Kekuatan cancel culture membuat masyarakat lebih vokal dalam mengekspresikan pendapat mereka, namun terkadang juga memicu aksi berlebihan yang berujung pada penghukuman yang tidak proporsional.

BACA JUGA:Mengapa Mitsubishi Pajero Luxury SUV Menjadi Pilihan Terbaik?

BACA JUGA:Nikmati Transaksi Tanpa Ribet dengan Payroll BRI, Begini Caranya!

Pro dan Kontra Cancel Culture

Pendukung cancel culture berargumen bahwa aksi ini adalah cara efektif untuk menegakkan keadilan sosial dan memerangi ketidakadilan.

Mereka melihatnya sebagai alat untuk memperjuangkan isu-isu penting yang mungkin tidak mendapat perhatian sebelumnya.

Misalnya, gerakan-gerakan sosial di media sosial dapat memaksa figur publik untuk bertanggung jawab atas perkataan atau tindakan mereka.

BACA JUGA:Selamat, Raih 3 Penghargaan Bergengsi dan Sunarso Terpilih sebagai Best CEO!

BACA JUGA:Nikmati Transaksi Tanpa Ribet dengan Payroll BRI, Begini Caranya!

Namun, kritik terhadap cancel culture juga muncul. Banyak yang merasa bahwa tindakan ini terlalu keras dan cenderung menyerang secara pribadi.

Kategori :