PALTV.CO.ID, - Istilah cancel culture semakin sering kita dengar di media sosial seperti platform X (dulu Twitter) dan TikTok.
Fenomena ini muncul saat sekelompok orang menarik dukungan atau memboikot figur publik, organisasi, atau merek karena pernyataan atau tindakan yang dianggap tidak pantas.
Fenomena ini mengangkat isu tanggung jawab dan keadilan sosial yang banyak terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Apa Itu Cancel Culture?
BACA JUGA:BAIC BJ80 Diluncurkan : SUV Premium dengan Kemampuan Offroad Tinggi
BACA JUGA:Instagram Prioritaskan Video Berkualitas Tinggi Untuk Konten Terpopuler
Menurut Cambridge Dictionary, cancel culture adalah sebuah fenomena sosial di mana seseorang atau kelompok secara kolektif memboikot atau mengucilkan figur publik yang dianggap telah melakukan kesalahan, seperti pernyataan rasis atau tindakan yang melanggar norma sosial.
Aksi ini sering kali terjadi di media sosial, yang memungkinkan informasi menyebar cepat dan berdampak besar pada karier dan reputasi seseorang.
Fenomena ini mulai populer di akhir 2010-an dan berkaitan erat dengan gerakan seperti #MeToo dan #BlackLivesMatter.
Di Indonesia, fenomena ini kerap terjadi, terutama di media sosial seperti Twitter, Instagram, dan TikTok.
BACA JUGA: Mau Transaksi di Akhir Pekan? Temukan Kenyamanan Layanan Baru BRI Prabumulih!
BACA JUGA:BRI Tingkatkan Pemberdayaan UMKM Melalui Bazaar BRILiaN
Figur publik, selebriti, atau influencer bisa langsung mendapatkan kecaman luas dan seruan boikot saat tersandung kontroversi.
Contoh kasus yang sering memicu cancel culture di Indonesia termasuk komentar bernada rasis, perilaku tidak etis, atau skandal yang melibatkan figur publik.
Cancel Culture di Media Sosial