Salah satu faktor utama yang menyebabkan depresiasi tinggi adalah harga jual awal yang sangat tinggi.
BACA JUGA:KPU Sumsel Bagi 3 Zona Dalam Pelaksanaan Kampanye Pilkada, Berikut Ini Wilayahnya
BACA JUGA:Strategi Hyundai Meningkatkan Penjualan di Tengah Penurunan Suku Bunga
Semakin mahal harga awal sebuah mobil, semakin besar pula nilai yang hilang saat dijual kembali.
Masyarakat kalangan atas umumnya tidak tertarik untuk membeli mobil bekas, sehingga menciptakan jarak antara pasar mobil baru dan bekas.
Kondisi ini membuat segmen pasar menjadi "kosong," di mana mobil Eropa tidak memiliki cukup peminat di segmen menengah.
Selain itu, mobil Eropa sering kali dianggap boros bahan bakar dan mahal dalam hal pajak tahunan.
BACA JUGA:Hasil Kualifikasi Piala Asia U-20 Timnas Indonesia Menang Atas Maladewa
BACA JUGA:Mercedes-Benz CLE: Mobil Mewah Terbaru Ini Gagal Mengalahkan Pendahulunya?
Pajak ini biasanya dihitung berdasarkan harga mobil, dan untuk mobil mewah, biayanya bisa sangat tinggi.
Masyarakat seringkali enggan untuk membayar biaya perawatan yang besar, ditambah dengan potensi kerusakan yang lebih tinggi akibat teknologi yang lebih kompleks.
Perbandingan dengan Mobil Jepang
Dalam konteks ini, mobil Jepang, seperti Toyota Camry, menunjukkan pola depresiasi yang berbeda.
BACA JUGA:Inovasi Terbaru di iOS 18: Personalisasi Lebih Mendalam dan Apple Intelligence yang Mengesankan
BACA JUGA:Menanti Keputusan Perpanjangan Insentif Mobil Listrik di Indonesia
Dalam waktu tiga tahun, harga Toyota Camry hanya mengalami penurunan yang sedikit, berkat segmen pasar yang lebih stabil dan permintaan yang konsisten dari berbagai kalangan.