Kebijakan Subsidi Mobil Listrik Thailand Memicu Perubahan Besar di Industri Otomotif

Kamis 01-08-2024,07:21 WIB
Reporter : said prakata
Editor : Hanida Syafrina

Nasib serupa juga dialami oleh Subaru, yang juga telah mengumumkan penutupan pabriknya di Thailand pada akhir tahun 2024.

Penjualan mobil Subaru di Thailand terus mengalami penurunan yang signifikan sejak mencapai puncaknya pada tahun 2019 dengan 3.952 unit.

Diperkirakan, penjualan mobil Subaru di Thailand pada tahun 2024 akan turun di bawah 1.000 unit, yang memicu keputusan penutupan pabrik. Dengan penutupan ini, Subaru hanya akan memiliki satu fasilitas produksi di luar Jepang, yaitu di Amerika Serikat, setelah sebelumnya juga menutup pabriknya di Malaysia.

Selain Suzuki dan Subaru, Honda juga telah mengumumkan pengurangan produksi di Thailand.

BACA JUGA:Ditresnarkoba Polda Sumsel Blender 1.496 Gram Sabu Hasil Ungkap Kasus

Honda berencana untuk menghentikan produksi mobil di pabrik mereka yang berada di Ayutthaya dan memindahkan seluruh kegiatan perakitan ke fasilitas Prachin Buri yang diperluas. Langkah ini diambil untuk meningkatkan daya saing mereka di segmen kendaraan listrik, yang semakin mendapat perhatian dari konsumen.

Dua pabrik Honda di Thailand sebelumnya memiliki kapasitas produksi tahunan sebesar 270.000 unit, namun pada tahun lalu hanya mampu memproduksi sekitar 150.000 unit. Dengan pengurangan ini, Honda berencana untuk menurunkan kapasitas produksi tahunan menjadi 120.000 unit per tahun.

Perubahan kebijakan dan strategi dari produsen mobil Jepang di Thailand menunjukkan adanya pergeseran dinamika di pasar otomotif Thailand yang sebelumnya didominasi oleh produsen mobil konvensional.

Kini, dengan semakin kuatnya penetrasi mobil listrik dari China, produsen mobil Jepang harus menghadapi tantangan baru dalam mempertahankan pangsa pasar mereka.

BACA JUGA:7 Rekomendasi Mobil Matic Paling Bandel

Kebijakan subsidi dan insentif pemerintah Thailand bagi mobil listrik jelas telah membawa perubahan besar di industri otomotif negara tersebut.

Di satu sisi, langkah ini berhasil menarik investasi besar dari produsen mobil listrik China yang berpotensi mengubah peta persaingan di pasar otomotif Asia Tenggara.

Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga menyebabkan produsen mobil konvensional, terutama dari Jepang, harus menyesuaikan strategi bisnis mereka atau bahkan menghentikan operasional di Thailand.

Tantangan bagi produsen mobil Jepang di Thailand kini adalah bagaimana mereka dapat beradaptasi dengan perubahan pasar yang semakin menuju ke arah elektrifikasi kendaraan.

BACA JUGA:40 Calon Paskibra OKI Masuk Pusat Pelatihan, 2 Minggu Ditempah Sampai 17 Agustus 2024

Jika tidak mampu beradaptasi, bukan tidak mungkin Thailand, yang selama ini menjadi basis produksi utama bagi banyak produsen mobil Jepang, akan kehilangan peran strategisnya dalam peta industri otomotif global. Sementara itu, Thailand tampaknya semakin serius dalam posisinya sebagai hub kendaraan listrik di kawasan, dengan mengandalkan dukungan dari produsen China yang agresif dalam mengembangkan teknologi dan pasar kendaraan listrik.*

Kategori :