Perry menjelaskan bahwa ada faktor-faktor makroekonomi di Indonesia yang mendukung potensi penguatan rupiah. Misalnya, tingkat inflasi yang terjaga rendah di angka 2,8%, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11%, dan pertumbuhan kredit yang mencapai 12%.
Namun demikian, Perry mengakui bahwa beberapa sentimen jangka pendek dapat mengganggu tren penguatan rupiah, baik dari dalam maupun luar negeri.
"Dari segi fundamental, rupiah berpotensi untuk menguat ke depannya. Namun, pergerakannya dari bulan ke bulan akan dipengaruhi oleh sentimen-sentimen tertentu.
Secara keseluruhan, trennya rupiah cenderung menguat," ungkap Perry usai rapat internal di Istana Kepresidenan, Jakarta.
BACA JUGA:Hindari Pelacakan, 10 Tips Mudah untuk Membuat Posisi Ponsel Anda Tak Terlacak!
Perry juga menyoroti bahwa saat ini terjadi tren penguatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang global. Meskipun demikian, pelemahan rupiah terhadap dolar AS sejak Desember 2023 hanya sekitar 5,92%. Sementara itu, pelemahan mata uang seperti Won Korea Selatan mencapai 6,78%, Baht Thailand 6,92%, dan Peso Meksiko 7,89%.
"Dengan demikian, pelemahan rupiah relatif masih terkendali dan memiliki potensi untuk menguat ke depannya. Kondisi fundamentalnya menuju arah yang positif," jelas Perry.
Dengan demikian, pemerintah dan BI optimistis bahwa dengan menjaga kestabilan ekonomi dan koordinasi yang baik, rupiah memiliki potensi untuk menguat kembali menjelang tahun 2025.
Ini menjadi tantangan dan kesempatan bagi kebijakan ekonomi Indonesia dalam menghadapi dinamika global yang kompleks.*