PALEMBANG, PALTV.CO.ID,- Mendorong penyaluran kredit berkelanjutan oleh perbankan bukanlah tugas yang mudah. Keberhasilan beberapa bank dalam meningkatkan kredit hijau dalam beberapa tahun terakhir masih dirasakan terbatas oleh sebagian pelaku perbankan.
Hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) pada triwulan II-2024 mengungkap bahwa pemahaman dan kesadaran bank tentang konsep ekonomi hijau dan transisi serta manfaat jangka panjangnya masih kurang.
Selain itu, permintaan terhadap pembiayaan hijau juga terbatas.
Kondisi ini menimbulkan efek domino yang menghambat pertumbuhan maksimal penyaluran kredit hijau. Salah satu kendala yang muncul adalah potensi biaya tambahan dalam menentukan sektor pembiayaan hijau karena memerlukan jasa pihak eksternal.
BACA JUGA:Visi Xi Jinping Terbukti, Kebangkitan Industri Mobil Listrik China Diwaspadai Dunia
Survei tersebut juga menunjukkan bahwa perbankan merasa kurangnya insentif dari pemerintah atau regulator untuk mendukung perkembangan ekonomi hijau, baik untuk bank maupun debitur.
Menanggapi hal ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengakui bahwa industri perbankan menghadapi tantangan dalam menyalurkan kredit ke sektor Energi Baru Terbarukan (EBT).
Data yang dimiliki perbankan terkait EBT masih terbatas, dan pengalaman dalam menilai risiko kredit terkait proyek EBT juga minim. Investasi dalam proyek EBT seringkali melibatkan risiko lebih tinggi dibandingkan proyek konvensional.
Namun, Dian optimistis bahwa penyaluran kredit ke sektor ini akan meningkat secara bertahap. OJK telah mengadakan capacity building untuk meningkatkan pemahaman perbankan tentang risiko pembiayaan proyek EBT.
BACA JUGA:Tim Reskrim Polrestabes Palembang Kejar Pelaku Penusukan Seorang Jukir di Jalan POM IX
Selain itu, portofolio kredit keberlanjutan juga telah menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, pada tahun 2019, kredit keberlanjutan industri perbankan mencapai Rp 927 triliun dan meningkat menjadi Rp 1.571 triliun pada tahun 2022.
Pada tahun 2022, lima bank utama mendominasi portofolio kredit keberlanjutan dengan kontribusi sebesar 85%, yang setara dengan sekitar Rp 1.341 triliun.
Lima bank tersebut adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Central Asia Tbk (BCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), dan PT Bank CIMB Niaga Tbk.
Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, mengakui bahwa menyalurkan kredit hijau memerlukan biaya yang relatif lebih tinggi, terutama bagi perusahaan besar yang memerlukan sertifikasi dan sebagainya.
BACA JUGA:Jadwal Daftar Ulang PPDB Jalur Zonasi Kota Palembang Berlangsung 3-8 Juni 2024