PALEMBANG, PALTV.CO.ID,- Pada hari Kamis (15/2), harga minyak mengalami penurunan sebesar US$1 per barel, karena terjadi lonjakan dalam persediaan minyak mentah Amerika Serikat AS
Lonjakan ini yang memicu penurunan harga dan menimbulkan kekhawatiran akan ancaman keamanan terhadap AS yang berpotensi mengurangi permintaan minyak di negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Harga minyak mentah Brent ditutup pada angka US$81,60 per barel, mengalami penurunan sebesar US$1,17 atau 1,4%. Harga minyak mentah WTI (West Texas Intermediate) turun menjadi US$76,64 per barel, dengan besaran penurunan US$1,23 atau 1,6%.
Menurut laporan Badan Informasi Energi (EIA), persediaan minyak mentah AS melonjak sebesar 12 juta barel menjadi 439,5 juta barel dalam pekan sebelumnya.
BACA JUGA:Mudah dan Murah! Ini Manfaat Bawang Putih Bakar yang Menakjubkan Bagi Kesehatan
Angka ini jauh melampaui perkiraan analis dalam survei Reuters yang memperkirakan kenaikan sebesar 2,6 juta barel karena tingkat pemrosesan turun ke level terendah sejak Desember 2022.
Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho, mengatakan, "Tingkat pemanfaatan kilang mengalami penurunan signifikan selama empat hingga lima minggu berturut-turut menjelang akhir musim dingin."
Dia menambahkan bahwa meskipun telah pulih dari kondisi beku yang parah, kilang-kilang minyak tetap mempertahankan aktivitasnya pada tingkat yang lambat.
Produksi minyak mentah kilang turun sebesar 298.000 barel per hari menjadi 14,5 juta barel per hari dalam minggu tersebut.
BACA JUGA:Kemungkinan Besar PSL Akan Dilakukan di Palembang
Sementara tingkat pemanfaatan kilang turun sebesar 1,8 poin persentase menjadi 80,6% dari kapasitas total.
Kedua angka tersebut merupakan yang terendah sejak Badai Musim Dingin Elliott yang juga menyebabkan beberapa kilang ditutup pada bulan Desember 2022.
Sementara itu, Ketua Intelijen Kongres AS memberikan peringatan mengenai 'ancaman keamanan nasional yang serius', tanpa memberikan detail lebih lanjut, yang membuat beberapa investor minyak menjadi khawatir.
John Kilduff, mitra di Again Capital yang berbasis di New York, menyatakan, "Dengan risiko yang ada, seperti perang atau peristiwa teror di luar wilayah produsen minyak, diperkirakan akan terjadi penurunan permintaan, yang akan berdampak negatif pada harga minyak."
BACA JUGA:Update Real Count KPU RI Hari ini Hasil Hitung Suara Pemilu Presiden & Wakil Presiden RI 2024