PALEMBANG, PALTV. CO.ID - Para pelaku usaha industri kelapa sawit perlu menjaga kewaspadaan mereka terhadap performa industri kelapa sawit pada tahun 2024, meskipun harga diharapkan akan mengalami kenaikan.
Eddy Martono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mengakui bahwa sepanjang tahun 2023, industri kelapa sawit tidak mencapai tingkat kelancaran seperti yang terjadi pada tahun 2022
Hal ini disebabkan oleh berakhirnya masa keemasan komoditas strategis ini. "Dari segi harga, harga pada tahun ini tidak sebaik tahun lalu," ujar Eddy saat membuka Konferensi Minyak Sawit Indonesia dan Prospek Harga Tahun 2024 (IPOC) di Nusa Dua, Bali, pada Kamis (2/11/2023).
Eddy juga mencatat penurunan harga minyak sawit dalam beberapa bulan terakhir. Penurunan harga minyak sawit ini dipicu oleh melemahnya daya beli karena adanya perlambatan ekonomi di negara-negara yang mengimpor minyak kelapa sawit. Di sisi lain, persediaan minyak sawit di negara-negara produsen melimpah.
BACA JUGA:Keputusan Bijak PT Pertamina Turunkan Harga BBM Non Subsidi Di Tengah Gejolak Minyak Dunia
Menurut Trading Economics, harga minyak kelapa sawit turun 9,61% sejak awal tahun 2023 berdasarkan perdagangan Contract of Difference (CFD). Pada tanggal 2 November 2023, harga minyak sawit turun 13% secara tahunan menjadi MYR3.773 per ton.
Meskipun begitu, Eddy menyatakan bahwa para pengusaha masih memiliki keyakinan bahwa harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) akan menguat pada tahun 2024.
Salah satu faktor yang mendukung optimisme ini adalah adanya fenomena El Nino tahun ini, yang diharapkan akan berdampak positif pada produksi minyak sawit tahun depan. Penurunan pasokan akibat El Nino diperkirakan akan meningkatkan harga minyak sawit di pasar global.
Namun, prospek harga yang menguat ini dibayangi oleh kondisi produksi dalam negeri. Eddy mencatat bahwa Indonesia, sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, mengalami stagnasi dalam hal produksi.
BACA JUGA:Polisi Bongkar Gudang Pemalsuan BBM di Musi Banyuasin, 5 Pelaku Berhasil Ditangkap
Data yang dikumpulkan oleh Gapki selama lima tahun terakhir, sejak tahun 2018, menunjukkan bahwa rata-rata produksi minyak kelapa sawit, termasuk CPO dan PKO, sekitar 50,6 juta ton.
Stagnasi produksi ini salah satunya disebabkan oleh lambatnya kemajuan dalam program penanaman kembali (replanting) kebun milik petani kecil.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2021, total luas lahan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh petani mencapai 6,08 juta hektare.
Meskipun pemerintah berencana menerapkan kebijakan B35 dan meningkatkan konsumsi domestik dalam industri dan pangan, Eddy menyatakan bahwa stok minyak sawit Indonesia kemungkinan akan tetap rendah.
BACA JUGA:Kementerian ESDM Nyatakan Harga BBM Non Subsidi Tidak Boleh Melebihi Batas Atas yang Ditentukan
Eddy berharap bahwa pemerintah akan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga optimisme dalam menghadapi peluang perdagangan kelapa sawit pada tahun 2024.
Eddy Meyakini bahwa dengan kebijakan pemerintah yang tepat, industri kelapa sawit dapat terus berkembang di tengah dinamika pasar dan perekonomian.*