Film ini mengikuti kisah Lucy, yang diperankan oleh Madison Bailey, seorang remaja yang hidup dalam isolasi.--Foto/ Instagram@antoniagentry
Film tersebut dibintangi oleh Kiernan Shipka dan juga menggunakan konsep time travel dalam menghadapi horor.
Selain itu, konsep ini juga mirip dengan "The Final Girls" (2015), yang mengisahkan seorang remaja perempuan masuk ke dalam dunia film slasher ibunya untuk mencegah kematian karakter.
Film ini mulai terasa basi karena beberapa alasan. Meskipun disutradarai oleh Hannah MacPherson dan ditulis oleh Michael Kenney—yang sebelumnya ikut menulis film Freaky—"Time Cut" kesulitan membawa sesuatu yang segar atau menarik.
Alih-alih menyajikan ketegangan horor yang intens, momen-momen yang seharusnya menakutkan cenderung tereduksi menjadi adegan-adegan biasa saja.
Dengan referensi yang terlalu jelas pada film-film klasik seperti Back to the Future, Time Cut seperti terjebak dalam bayang-bayang karya-karya tersebut tanpa bisa menghadirkan identitas yang kuat.
Bagi penonton yang menyukai nostalgia, film ini memang memanjakan mata dengan berbagai detail
ikonik awal 2000-an, mulai dari pakaian mirip gaya dalam Mean Girls, hingga lagu-lagu pop dari Avril Lavigne dan Fat Joe.
Namun, alih-alih terasa sebagai penghormatan yang menyenangkan, elemen-elemen nostalgia tersebut
malah tampak sebagai usaha yang dipaksakan, seakan-akan hanya ingin memanfaatkan kenangan masa lalu untuk menarik perhatian tanpa benar-benar menguatkan cerita.
Pada akhirnya, masalah utama "Time Cut" adalah ketidakjelasan arah. Sebagai sebuah film horor slasher, ia gagal menyajikan adegan-adegan pembunuhan yang dapat menggugah adrenalin penonton,
terutama karena rating yang disesuaikan agar aman ditonton remaja, sehingga menghilangkan sebagian besar elemen kekerasan dan ketegangan.
Sementara itu, sebagai drama yang berusaha menyentuh perasaan dengan hubungan kakak-adik yang menyentuh, interaksi antar karakter justru terasa kurang mendalam dan tidak mampu mengikat emosi penonton.