Ketegangan antara kedua kelompok ini menjadi pusat konflik cerita, yang mencerminkan bagaimana keadaan sulit dapat memecah belah orang dan mendorong mereka.
BACA JUGA:27 Pemain Timnas Indonesia Siap Hadapi Bahrain Di Kualifikasi Piala Dunia 2026
BACA JUGA:Langgar Kode Etik, Ketua dan Anggota Bawaslu Muba Terkena Sanksi dari DKPP
Perubahan sikap dari teman satu sel Zamiatin, yang awalnya mendukung solidaritas namun akhirnya berpindah ke pihak yang lebih mengutamakan survival, menyoroti betapa mengerikannya kondisi penjara tersebut.
Setelah berpindah ke lantai-lantai yang lebih rendah, dia menyaksikan kekejaman dan perjuangan yang ekstrem, yang akhirnya membuatnya memilih untuk bertahan dengan cara apapun.
Ini menciptakan perang antara dua ideologi yang berbeda, menggarisbawahi bagaimana tekanan eksternal dapat mempengaruhi tindakan dan pilihan individu.
Sutradara Galder Gaztelu-Urrutia berhasil menggambarkan perilaku manusia dalam situasi kritis dengan cara yang sangat mendalam.
Dalam The Platform 2, makanan bukan hanya sekadar kebutuhan fisik, melainkan juga simbol status dan kekuasaan.
Dengan penggambaran yang brutal, film ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai kritik terhadap struktur sosial dan ekonomi yang ada.
Kisah ini menantang penontonnya untuk mempertanyakan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas.
Dalam dunia di mana makanan diperlakukan sebagai komoditas yang berharga, film ini menunjukkan bagaimana beberapa orang dapat bersikap egois dan mengabaikan orang lain demi kepentingan diri sendiri.
Meski terdapat elemen humor gelap, film ini mengajak kita untuk merenungkan dampak dari keputusan yang kita buat dalam konteks sosial.