Hidup atau Mati? Permainan Kelaparan di Platform 2 Bongkar Sifat Manusia

Rabu 09-10-2024,17:02 WIB
Reporter : Yanri
Editor : Abidin Riwanto

PALTV.CO.ID- The Platform 2 kembali menghadirkan alegori distopia yang mengerikan, melanjutkan cerita dari film pertamanya.

Di dalam penjara berbentuk kotak yang memiliki 333 lantai, film ini menggambarkan kondisi narapidana yang terjebak dalam sistem distribusi makanan yang sangat tidak adil.

Dengan gaya bercerita yang penuh ketegangan, sutradara Galder Gaztelu-Urrutia memaparkan isu-isu sosial yang kompleks, mulai dari ketidakadilan kapitalisme hingga tantangan.

Dalam film ini, makanan menjadi simbol yang sangat kuat. Di setiap lantai penjara, terdapat meja besar yang diletakkan di tengah, yang diisi dengan berbagai hidangan lezat oleh koki terampil.

BACA JUGA: Peningkatan Kinerja Angkutan Penumpang dan Barang Divre III Palembang di Tiga Triwulan 2024

BACA JUGA: Pelepasan 45 Jemaah Umroh Holiday Angkasa Wisata, Terbang Langsung dari Palembang ke Madinah

Namun, semakin ke bawah, makanan tersebut semakin sedikit, hingga di lantai terendah, narapidana harus berjuang untuk mendapatkan sisa-sisa makanan yang hampir tidak ada.

Kontras ini menciptakan gambaran jelas tentang ketimpangan sosial, di mana yang berada di atas mendapatkan kelimpahan, sementara yang di bawah menderita kelaparan.

Karakter utama, Zamiatin, menjadi representasi dari konflik moral yang muncul dalam kondisi ekstrem.

Dia awalnya mencoba mempertahankan solidaritas dengan sesama narapidana, berusaha untuk tidak hanya fokus pada kelangsungan hidupnya sendiri.

Ketika Zamiatin melihat bagaimana rekan-rekannya berjuang untuk bertahan hidup, keinginannya untuk berbagi mulai pudar, dan dia menjadi tertarik pada ide untuk melahap makanan orang lain.


The Platform 2 kembali menghadirkan alegori distopia yang mengerikan, melanjutkan cerita dari film pertamanya.--SUMBER Foto: Instagram@netflixturkiye

Film ini juga menampilkan dinamika antara dua kelompok di dalam penjara: kaum loyalis dan kaum barbar.

Kaum loyalis berpegang pada prinsip solidaritas, berusaha untuk tidak melahap makanan secara berlebihan demi memastikan semua orang mendapatkan bagian.

Sebaliknya, kaum barbar lebih mengutamakan insting bertahan hidup, bahkan jika itu berarti mengorbankan orang lain.

Kategori :