Krisis Regulasi Emisi CO2, Produsen Mobil Eropa Dihadapkan pada Ancaman Denda Besar

Kamis 03-10-2024,16:19 WIB
Reporter : said prakata
Editor : Hanida Syafrina


Target Batas emisi CO2 ini merupakan bagian dari upaya besar Eropa untuk mencapai netralitas iklim--ilustrasi pribadi

Mereka mendesak Uni Eropa untuk segera mengeluarkan langkah-langkah bantuan bagi industri sebelum target emisi CO2 baru mulai berlaku pada 2025.

BACA JUGA:Jaga Netralitas, ASN Dilarang Foto Pakai Tunjukkan Jari di Momen Pilkada 2024

BACA JUGA:BMW XM Gagal Total: Penjualan Anjlok 30%, Apakah Ini Akhir dari SUV Mewah Ini?

Namun, Komisi Eropa, sebagai badan eksekutif Uni Eropa, memberikan pernyataan yang berbeda.

Juru bicara Komisi Eropa, Tim McPhie, mengatakan bahwa industri otomotif masih memiliki waktu sekitar 15 bulan untuk beradaptasi dan mencapai target baru tersebut.


Batas emisi CO2 untuk kendaraan baru di Uni Eropa akan turun menjadi 93,6 gram per kilometer (g/km),--ilustrasi pribadi
Menurut McPhie, kebijakan ini dirancang agar industri memiliki waktu untuk menyesuaikan diri, meski dia juga mengakui tantangan yang dihadapi oleh industri saat ini.

Sementara itu, sebagian besar produsen mobil masih berfokus pada kendaraan hibrida dan bermesin pembakaran internal (ICE) karena profitabilitasnya yang lebih tinggi.

BACA JUGA:Ubisoft Tunda Rilis Assassin’s Creed Shadows Hingga 2025, Ini Alasannya

BACA JUGA:Kunjungi Pasar Kuto, Cawako Palembang Fitrianti Agustinda Sosialisasikan Visi dan Misi

Menurut Rico Luman dari ING, meskipun transisi menuju kendaraan listrik tidak dapat dihindari, namun dalam jangka pendek, kendaraan hibrida dan bermesin konvensional masih lebih menguntungkan bagi produsen.

Namun, penjualan kendaraan listrik di Uni Eropa justru mengalami penurunan pada tahun ini. Menurut data dari ACEA, pangsa pasar kendaraan listrik berbasis baterai di Uni Eropa turun menjadi 12,6% pada 2024, dibandingkan dengan 13,9% pada 2023.

Selain itu, penjualan kendaraan di Uni Eropa masih sekitar 18% lebih rendah dibandingkan level sebelum pandemi pada 2019.

Xavier Demeulenaere, direktur asosiasi mobilitas berkelanjutan di S&P Global Mobility, mengatakan bahwa perlambatan elektrifikasi disebabkan oleh kondisi ekonomi yang memburuk di seluruh Eropa dan penghapusan atau pengurangan subsidi di beberapa negara.

BACA JUGA:Snapchat Meluncurkan Fitur Baru Untuk Melacak Riwayat Lokasi

BACA JUGA:Mobil Listrik Canggih dengan Harga Mulai Rp400 Jutaan, Neta X Siap Gebrak Pasar Indonesia!

Kategori :