Salah satu faktor utama yang menyebabkan harga mobil listrik bekas anjlok adalah ketakutan konsumen terhadap usia dan biaya penggantian baterai.
Baterai mobil listrik memang menjadi komponen paling penting sekaligus paling mahal dalam kendaraan listrik. Harga baterai mobil listrik dapat mencapai sepertiga dari harga mobil itu sendiri.
Misalnya, baterai Wuling Air EV untuk varian long-range dapat mencapai harga Rp100 jutaan.
Artinya, jika baterai perlu diganti setelah beberapa tahun pemakaian, pemilik harus mengeluarkan biaya yang setara dengan harga mobil baru.
BACA JUGA:Satpol PP Banyuasin Amankan Sepasang Kekasih Sedang Berduaan di Kamar Penginapan
BACA JUGA:5 Jenis Kendaraan yang Bebas dari Pajak Tahunan
Kondisi ini membuat banyak konsumen ragu untuk membeli mobil listrik bekas, karena mereka khawatir harus mengganti baterai yang sudah mulai menurun kapasitasnya.
Selain itu, baterai mobil listrik memiliki masa pakai yang terbatas, dan ketika kapasitasnya mulai menurun, performa kendaraan pun ikut terpengaruh.
Hal ini semakin memperkuat alasan mengapa konsumen lebih memilih mobil konvensional yang tidak memiliki risiko serupa.
Pasar yang Masih Terbatas
BACA JUGA:Si Badak Dari Swedia, Inilah Mobil Volvo Yang Terkenal Dengan Keandalan Dan Keselamatan
BACA JUGA:Pengesahan RAPBD Diduga Dipercepat, Massa Geruduk Kantor DPRD Palembang
Selain masalah baterai, minat konsumen terhadap mobil listrik bekas di Indonesia masih relatif rendah.
Meskipun stasiun pengisian listrik sudah semakin banyak, termasuk di rest area tol, pasar mobil listrik bekas belum sebesar mobil berbahan bakar konvensional.
Dengan minat yang rendah, penjual mobil listrik bekas sering kali harus menurunkan harga untuk menarik minat pembeli. Ini menyebabkan harga mobil listrik bekas cenderung turun lebih cepat dibandingkan mobil konvensional.