Mengapa Sekolah-sekolah PBB di Gaza Masih Menjadi Tempat Berlindung Meskipun Dibom Israel?

Sabtu 20-07-2024,06:28 WIB
Reporter : johanes
Editor : Hanida Syafrina

BACA JUGA:Menguak Misteri di Balik Hilangnya Sang Housemaid di Game Supernatural

Ancaman pengeboman selalu ada, menambah ketidaknyamanan dan ketidakpastian hidup mereka. Namun, bagi sebagian orang, berada di sekitar orang lain yang mengalami trauma serupa memberikan dukungan emosional.

Mohammed mengenang betapa putranya, Rafik, mengalami trauma berat setelah pengeboman. Rafik berhenti berkomunikasi dan menunjukkan emosi, sebuah tanda betapa mendalamnya trauma yang dialaminya.

Pada bulan Januari, mereka dipaksa meninggalkan sekolah dan mencari perlindungan di garasi sebuah gedung apartemen yang hancur.

Perlindungan di Bawah Bendera PBB

BACA JUGA:Hindari Noda Ini untuk Menjaga Jok Kulit Mobil Tetap Mewah

Louise Wateridge, pejabat komunikasi senior UNRWA di Gaza, menjelaskan bahwa warga Gaza memilih berlindung di sekolah-sekolah PBB karena mereka percaya bahwa tempat ini memberikan rasa aman berdasarkan hukum internasional.

Sekolah-sekolah ini harus dilindungi selama masa perang di bawah bendera PBB. Namun, UNRWA menghadapi banyak tantangan dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza, termasuk pengepungan, pembatasan pergerakan, dan keselamatan para pekerja bantuan.

Meskipun ada ketidakpastian dalam kehidupan di zona konflik, sekolah-sekolah ini tetap menjadi tempat perlindungan utama bagi banyak orang.

Diperkirakan sembilan dari setiap sepuluh warga Gaza telah mengungsi, banyak di antaranya telah mengungsi berkali-kali sejak perang dimulai. Kondisi ini membuat sulit untuk memverifikasi data dan angka-angka yang akurat.

BACA JUGA:Ramai ramai Oplas Hidung Karena Sinus, Lalu Apakah Benar Sakit Sinus Harus Operasi ?

Kondisi Kesehatan yang Memburuk

Kehancuran hukum dan ketertiban akibat sembilan bulan kondisi kehidupan yang mengerikan, perang, kelaparan, pengepungan, dan kekacauan menambah penderitaan warga Gaza.

Para pekerja kemanusiaan melaporkan meningkatnya kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender di sekolah-sekolah. Risiko penyebaran penyakit seperti kolera semakin meningkat, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat peningkatan kasus penyakit yang ditularkan melalui air, seperti hepatitis A, penyakit diare, dan penyakit kulit.

Dukungan Psikologis

Ahmad Swais, seorang psikolog dari lembaga amal medis internasional Dokter Tanpa Batas (MSF), menyatakan bahwa berkumpulnya banyak orang di satu tempat meningkatkan dampak psikologis dan sosial negatif. Sekolah-sekolah ini hanya memberikan sedikit kelonggaran bagi mereka yang datang dalam keadaan trauma atau terluka parah akibat pertempuran. 

Kategori :