PALEMBANG, PALTV.CO.ID - Pemerintah Indonesia tengah berupaya keras untuk mengakselerasi adopsi mobil listrik di dalam negeri dengan memperkenalkan kebijakan impor yang merangsang serta memberikan insentif bagi produsen mobil listrik.
Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk menggalakkan pertumbuhan pasar mobil listrik sekaligus membentuk ekosistem yang mendukung perkembangannya dengan cepat.
Salah satu inisiatif yang diambil pemerintah adalah dengan membebaskan tarif impor mobil listrik selama periode tertentu, mengundang minat beberapa merek baru untuk memasuki pasar Tanah Air.
Sejumlah pabrikan otomotif, termasuk dari China seperti BYD dan merek lain seperti Citroen, telah memanfaatkan program ini untuk memasarkan kendaraan listrik mereka di Indonesia.
BACA JUGA:Seorang Tahanan Kasus Pencurian Bunuh Diri di Rutan Kelas IIB Prabumulih
Namun, kebijakan ini tidak dibuat tanpa syarat.
Aturan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 menyatakan bahwa produsen yang ingin mengimpor mobil listrik secara bebas biaya masuk dan PPnBM harus memenuhi beberapa persyaratan.
Salah satunya adalah bahwa jumlah mobil listrik yang diimpor harus sebanding dengan yang diproduksi di Indonesia hingga tahun 2025.
Selanjutnya, produksi mobil listrik yang memenuhi batas minimal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) diharapkan dapat dipertahankan hingga tahun 2027.
BACA JUGA:Palembang Bank Sumsel Babel Hadapi Jakarta Pertamina Pertamax di PLN Mobile Proliga 2024
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Investasi dan Maritim, Rachmat Kaimuddin, menegaskan pentingnya agar setiap agen pemegang merek (APM) mempertimbangkan dengan bijak jumlah unit mobil listrik yang akan diimpor dengan rencana produksi domestik.
Pemerintah meminta agar jika pabrikan sudah memiliki fasilitas perakitan atau pabrik di Indonesia, jumlah impor mobil harus sebanding dengan produksi domestik mereka.
Rachmat menyoroti bahwa jika pabrikan tidak memenuhi komitmen jumlah produksi mobil listrik di dalam negeri sesuai dengan jumlah impor awal, maka mereka akan dikenai sanksi.
Dalam hal ini, pabrikan yang gagal memenuhi komitmen produksi harus mengembalikan insentif yang telah diterima secara proporsional atau akan dikenakan denda.
BACA JUGA:Menuju WBK, 8 Satker Kanwil Kemenkumham Sumsel Siap Ikuti Evaluasi Pembangunan ZI