PALEMBANG, PALTV.CO.ID,- Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi telah mulai melakukan perhitungan terhadap kemungkinan penurunan harga nikel.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, jika harga nikel berada di kisaran US$ 16.000 hingga US$ 17.000 per ton, maka sekitar 50% dari perusahaan nikel global akan mengalami arus modal negatif.
Dalam perhitungan kami, jika harga nikel berada di kisaran US$ 16 ribu hingga 17 ribu.
Kemungkinan sekitar 50% dari perusahaan nikel global akan mengalami arus modal negatif, dan sebagian besar dari mereka beroperasi di luar Indonesia. Hal ini dsampaikan Septian Hario Seto di Jakarta, pada hari Kamis (29/2/2024).
BACA JUGA:Anggap Penting, Presiden Joko Widodo Buka Muktamar XX IMM 2024 di Palembang
Meskipun demikian, Seto menyatakan bahwa untuk Indonesia, smelter rotary kiln electric furnace (RKEF) masih dapat memperoleh keuntungan sekitar US$ 1.000 hingga 1.500.
Sementara smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) masih dapat menghasilkan keuntungan sekitar US$ 2.000 hingga 2.500.
"Mengenai profitabilitas smelter di Indonesia, smelter NPI, RKEF, dan Nikel Matte masih menunjukkan kinerja yang baik dengan margin keuntungan tunai sekitar US$ 1.000 hingga 1.500.
Sementara untuk smelter HPAL, margin keuntungannya mungkin mencapai US$ 2.000 hingga 2.500.
BACA JUGA:Rahasia Pemenang Kunci Ka'bah Dari Nikel Berlapis Emas 18 Karat, Pewaris Sejak Zaman Rasulullah
Jadi secara keseluruhan, profitabilitas perusahaan-perusahaan smelter ini masih cukup baik pada kuartal IV dengan harga nikel sekitar US$ 15.000," tambahnya.
Namun, ia menekankan bahwa jika harga nikel terus turun di bawah US$ 15.000, banyak negara seperti Australia, Kanada, Kaledonia Baru, dan Cina diperkirakan akan mengurangi pasokan mereka.
Meskipun demikian, Seto berpendapat bahwa harga nikel kemungkinan tidak akan turun lebih jauh.
Namun, jika permintaan terus menurun, kapasitas smelter di Indonesia juga akan ikut berkurang.