BACA JUGA: Yamaha MX King 150, Motor Bebek Dengan Gaya dan Performa yang Sporty!
Harakiri baru mengalami perkembangan dan formalisasi pada abad ke-16, di bawah pimpinan Toyotomi Hideyoshi.
Mengutip dari interactiongreen.com, sebelum era Edo (1603-1868), masyarakat Jepang mengalami ketidakstabilan yang hampir konstan karena pemimpin militer regional terlibat dalam perjuangan berkelanjutan untuk mencapai kekuasaan terpusat.
Keseimbangan kekuatan di antara kelompok samurai regional terus mengalami perubahan. Prajurit atau pemimpin militer yang telah berjanji untuk tetap setia kepada tuannya sering kali dihadapkan pada situasi hidup atau mati yang kritis.
Beberapa di antara mereka memilih untuk mengakhiri hidup mereka ketika menyadari bahwa tuan mereka telah kalah dalam pertempuran.
BACA JUGA:Tradisi Unik Jepang Dalam Melempar Koin pada Tahun baru
Seppuku Jepang: Tradisi yang Menakutkan dan Latar Belakang Kelam Harakiri--freepik.com/@freepik
Keputusan untuk tidak menyerah atau menundukkan diri kepada musuh diambil untuk menjaga kehormatan dan kesetiaan mereka
Proses Harakiri
Proses harakiri memiliki ritus dan aturan yang ketat. Biasanya, samurai yang memutuskan untuk melakukan harakiri akan melakukannya di depan sekelompok saksi yang terdiri dari teman-teman atau rekan sejawat.
Pada umumnya, seorang pria bertelanjang dada dan duduk di atas seprai putih dengan sebilah pedang yang disebut "tanto" di depannya.
BACA JUGA: Umat Kristiani Wajib Tahu! Ini 5 Rekomendasi Gereja untuk Ibadah di Palembang
Setelah memberikan pidato singkat yang menyatakan alasannya, ia kemudian melakukan insisi mendalam di bagian perutnya sendiri dan memotong dari kiri ke kanan.
Seorang asisten, biasanya seorang rekan samurai yang setia, akan bersiap untuk memenggal kepala samurai tersebut segera setelah pedang ditarik kembali.
Filosofi di Balik Harakiri
Harakiri bukanlah tindakan impulsif atau egois. Ini adalah ekspresi dari konsep-konsep filosofis seperti "bushido" dan "seppuku".