PALEMBANG, PALTV.CO.ID. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pendanaan hijau melalui Green Climate Fund (GCF) untuk Indonesia telah berhasil mendapatkan dana sebesar US$486 juta.
Jumlah tersebut setara dengan Rp7,53 triliun dengan nilai tukar Rp15.500 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Indonesia juga aktif berkolaborasi dan meraih dana dari green climate fund, mencapai US$486 juta, dan ini bekerja sama dengan lembaga seperti Bank Dunia dan ADB," ungkapnya dalam Climate Change and Indonesia's Future: An Intergenerational Dialogue, Senin (27/11/2023).
GCF merupakan lembaga pendanaan khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kapasitas mereka dalam menghadapi perubahan iklim.
BACA JUGA:Perokok Harus Berpikir! Tahun 2024 Harga Rokok Naik Lagi
Ini dilakukan dengan menyediakan pendanaan iklim bagi negara-negara berkembang yang bersatu untuk mengambil tindakan iklim. Dalam konteks ini, GCF mendukung proyek dan program beremisi rendah.
Dalam konteks dana hijau tersebut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa sekitar 23% berasal dari equity financing, sedangkan pinjaman mencapai 26%, dan hibah sebesar 35%.
"Terdapat instrumen-instrumen yang terus dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan perubahan iklim," tambahnya.
Di tingkat domestik, pemerintah Indonesia telah mengembangkan instrumen fiskal dan keuangan untuk membiayai isu-isu perubahan iklim.
BACA JUGA:Produksi Baterai Kendaraan Listrik Indonesia Dimulai pada Tahun Mendatang!
Salah satu bentuknya adalah green bond, yang dikombinasikan dengan sukuk atau syariah. Sri Mulyani juga melaporkan bahwa sejak 2018, pemerintah telah menerbitkan sukuk hijau atau green bond senilai US$5 miliar secara global.
Sementara itu, instrumen sukuk retail hijau atau Green Sukuk Retail, yang sangat diminati oleh generasi muda, telah diterbitkan sebesar Rp21,8 triliun sejak 2019.
Sri Mulyani menyatakan bahwa hasil audit dari lembaga internasional menunjukkan bahwa instrumen tersebut berhasil mengurangi emisi karbon dioksida ekuivalen atau CO2e.
Pada tahun 2018, Indonesia berhasil menurunkan sebanyak 5,7 juta ton CO2e. Angka tersebut menurun menjadi 3,2 juta ton CO2e pada tahun 2019 dan 1,4 juta ton pada tahun 2020. Pada tahun 2021, Indonesia berhasil menurunkan emisi sebesar 202.674 ton CO2e.
BACA JUGA:24 Kg Sabu Asal Palembang Dalam Penyimpanan Ban Serep Mobil Disita Polisi Lampung
"Ini merupakan platform bersama dengan berbagai institusi, untuk menanggapi atau mencapai Sustainable Development Goal, di mana kita berkolaborasi, baik menggunakan equity financing, debt financing, risiko, maupun persiapan proyek," jelasnya.
Sebelumnya, Sri Mulyani telah memberikan perhatian khusus terhadap isu perubahan iklim di tengah sejumlah masalah serius, mulai dari ketegangan ekonomi hingga geopolitik yang terus meningkat.
"Selain dari agenda ekonomi atau politik, Indonesia dan dunia sedang menghadapi perubahan iklim secara serius, dan ini membutuhkan berbagai respons dari sisi instrumen fiskal," ungkapnya.
Merujuk pada laman resmi Green Climate Fund, dari dana yang diterima Indonesia, baru US$3,2 juta yang telah dicairkan, sementara dana US$7,4 juta lainnya telah disetujui.
BACA JUGA: Indonesia Dipuji sebagai Tamu Kehormatan dalam Pameran Teknologi Internasional ke-11
Selama kunjungannya ke Amerika Serikat pada pertengahan November lalu, Sri Mulyani juga mengadakan pertemuan dengan para investor terkait pembiayaan hijau, meskipun hal tersebut tidak mudah.
"Saya akui, sampai minggu lalu saya berada di San Francisco, saya bertemu dengan beberapa investor dan fund manager besar, itu tidak mudah," ujarnya dalam Climate Change and Indonesia's
Sejauh ini, Indonesia telah mengembangkan taksonomi hijau, terutama dalam melakukan transisi, khususnya pada pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
Sementara itu, instrumen sukuk retail hijau atau Green Sukuk Retail yang diminati oleh generasi muda, menurut Sri Mulyani, telah diterbitkan sejumlah Rp21,8 triliun sejak 2019 hingga 2022.
BACA JUGA:Ditahun Politik, BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,3 hingga 5,3 Persen
"Dibutuhkan banyak pendanaan, termasuk untuk mengakhiri penggunaan batu bara, mempercepat transformasi ke energi terbarukan, dan juga mendukung komunitas yang terdampak oleh transformasi ini," lanjutnya.
Terlebih lagi, Indonesia telah meluncurkan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai Rp330 triliun yang diumumkan oleh Presiden Jokowi.*